Mengasuh Generasi Alpha & Gen Z dengan Kebijaksanaan dan Kesadaran Zaman

Thursday, 27 November 2025


Khutbah I

 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَكْرَمَ مَنِ اتَّقَى بِمَحَبَّتِهِ وَأَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَالدِّيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ الله وَخَيْرِ خَلْقِهِ، وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِهِ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ  قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ;

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang yang penuh keberkahan ini, Khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada panjenengan semua untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan menjalankan perintah Allah dan Rasulullah serta meninggalkan larangan Allah dan Rasulullah.

 

Jamaah jum’ah

Pada kesempatan ini kita membahas sebuah fenomena sosial yang hari ini hadir di rumah-rumah kita, ruang kelas kita, bahkan dalam cara anak muda mengekspresikan diri: yaitu perubahan karakter generasi. Zaman akan terus berganti. Setiap generasi memiliki konteks, tantangan, dan caranya sendiri. Hari ini, kita melihat anak-anak kita, **Generasi Z** yang lahir antara 1997-2012, cenderung mencari keseimbangan hidup (*slow living*) dan sangat peduli pada kesehatan mental. Sementara adik-adik mereka, **Generasi Alpha** (lahir 2013-sekarang), adalah generasi digital sejati yang sangat cepat, jujur tanpa filter, dan terbiasa dengan segala sesuatu yang instan.

Perbedaan ini seringkali menimbulkan kesenjangan komunikasi. Kadang kita sebagai orang tua atau guru merasa bingung, bahkan tersinggung, dengan sikap mereka yang terkesan kurang sopan atau tidak sabaran. Namun, marilah kita renungkan sabda Rasulullah SAW:

 

**« مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ »**

 

*"Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (karena meninggalkannya) ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka."* (HR. Abu Daud).

 

Hadis ini mengajarkan kita tentang **pentingnya menyesuaikan metode pendidikan dengan usia dan kemampuan akal anak**. Tidak bisa kita samakan cara mendidik anak usia 7 tahun dengan 10 tahun, apalagi memaksakan cara didik zaman kita kepada anak-anak yang hidup di zaman serba digital.

Generasi

Tahun Kelahiran (Umum)

Karakteristik Utama

Konteks Pembentuk (Zeitgeist)

Baby Boomers

1946–1964

Loyal, pekerja keras, disiplin, menghargai hierarki, orientasi stabilitas.

Fase pasca-perang, ekonomi tumbuh, pola keluarga besar, pendidikan terbatas namun meningkat.

Generasi X

1965–1980

Mandiri, kritis, fleksibel, adaptif, menghargai keseimbangan kerja-hidup.

Transisi menuju globalisasi, lahirnya teknologi informasi, ekonomi mulai kompetitif.

Generasi Y / Millennials

1981–1996

Digital adopter, kolaboratif, kreatif, mencari makna hidup, menghargai kebebasan.

Munculnya internet, gadget awal, perubahan budaya kerja, pendidikan lebih terbuka.

Generasi Z

1997–2012

Digital native, visual, cepat, mencari keseimbangan (slow living), pragmatis, lebih peduli kesehatan mental.

Smartphone sejak kecil, media sosial, budaya multitasking, krisis ekonomi global, awareness isu keadilan & identitas.

Generasi Alpha

2013–2025

Sangat digital, to the point, jujur tanpa filter, terbiasa instan, visual ekstrem (AI, VR/AR), sangat adaptif.

Dunia serba digital sejak lahir, AI dan platform edukasi, screen-based learning, percepatan budaya & konsumsi.

 

Dua generasi ini mengalami burnout. Burnout adalah kondisi ketika seseorang merasa kelelahan total, baik secara fisik maupun mental, akibat tekanan yang terus-menerus. Dalam keadaan ini, energi seperti habis, semangat menurun, dan hal-hal yang biasanya mudah dikerjakan pun terasa berat. Orang yang mengalami burnout sering merasa jenuh, sulit fokus, dan seperti tidak punya tenaga untuk berpikir atau bekerja. Sederhananya, burnout adalah capek yang menumpuk sampai membuat seseorang benar-benar kewalahan.

 

Berikut contoh percakapan Gen Alpha dengan generasi sebelumnya dengan gaya komunikasi to the point, jujur tanpa filter, dan cenderung literal—sering membuat orang tua kaget atau tak siap.

1. Contoh: Tentang Makan & Umur. Nenek: “Makan yang banyak ya, Nak, biar cepat gede dan pinter.” Cucu (Gen Alpha): “Kalau aku gede, nenek masih hidup nggak?”

2. Contoh: Tentang Tugas Sekolah. Ibu: “Tugas sekolahnya dikerjain dulu ya.” Anak: “Kenapa harus aku? Kan yang butuh nilai sekolah, bukan aku.” —Logika lurus dan kritis, meski tidak sesuai etika tradisional.

3. Contoh: Tentang Ibadah. Ayah: “Ayo salat dulu, Nak.” Anak: “Allah marah nggak kalau aku salatnya 5 menit lagi?”

—Bukan membantah, tetapi bertanya eksplisit tentang konsekuensi.

Berikut mencerminkan gaya khas Gen Z yang absurd, self-aware, sedikit nyeleneh.

1. Tentang Nikah. Ibu: “Kapan kamu nikah? Kamu nunggu apa?” Gen Z: “Nunggu stabil, Bu… stabil pemasukan, stabil emosi, stabil dunia.”

2. Tentang Masa Depan. Ibu: “Cita-citamu apa sih?”. Gen Z: “Hidup tenang, Bu. Tapi katanya itu cuma ada di surga.”

 

Gen Alpha dan Gen Z sama-sama melihat generasi sebelumnya sebagai sosok yang sering ribet, kurang konsisten, kurang memahami dunia digital, serta masih membawa pola pikir lama tentang kedisiplinan, kerja keras, dan ekspresi emosi. Gen Alpha bingung ketika aturan tidak jelas, penyampaian nasihat berputar-putar, atau dunia digital mereka dianggap sekadar “mainan.” Sementara Gen Z merasa ditekan oleh standar hidup yang kaku, tuntutan “tahan banting,” minimnya penghargaan terhadap kesehatan mental, serta ketidaksiapan generasi sebelumnya mengikuti perubahan teknologi dan cara hidup era sekarang.

Di sisi lain, kedua generasi ini mengharapkan hal yang serupa: komunikasi yang jelas, jujur, dan dua arah; konsistensi antara ucapan dan tindakan; penerimaan terhadap dunia digital; ruang aman untuk mengekspresikan emosi; serta fleksibilitas dalam pilihan hidup yang tidak harus meniru pola masa lalu. Intinya, mereka ingin dipahami sesuai konteks zaman mereka—yang bergerak lebih cepat dan lebih kompleks—serta didampingi tanpa dikontrol berlebihan.

 

Lalu, Bagaimana Generasi Terdahulu Mengasuh Mereka?

Pertama, dari mengontrol menjadi memahami

Generasi Alpha dan Z tidak dapat dibentuk dengan pola lama: “Pokoknya ikuti orang tua.”

Mereka butuh penjelasan, dialog, dan alasan yang rasional. Al-Qur’an sendiri menggunakan pendekatan dialogis:
“Tidakkah kamu berpikir? Tidakkah kamu merenung?”
Ini menunjukkan bahwa pendidikan berbasis kesadaran lebih kuat daripada pendidikan berbasis otoritas.

Kedua, dari memaksa menjadi menuntun

Rasulullah SAW bersabda: "Ajarkanlah anak-anak sesuai dengan kadar akalnya."

Generasi Alpha yang terlalu jujur bukan berarti kurang adab; mereka hidup di dunia yang menghargai keterbukaan. Maka tugas kita adalah menanamkan cara menyampaikan kebenaran dengan hikmah, bukan mematikan keberanian mereka.

Generasi Z yang ingin slow living bukan pemalas; mereka merespon dunia yang burnout. Maka tugas kita adalah menanamkan tanggung jawab tanpa menghancurkan kesehatan mental mereka.

Ketiga, membangun adab melalui keteladanan, bukan ceramah

Anak-anak hari ini tidak hanya belajar dari ucapan kita, tapi dari: bagaimana kita memperlakukan orang lain, bagaimana kita mengatur emosi, bagaimana kita menghadapi perbedaan, dan bagaimana kita memperlakukan mereka.

Rasulullah mendidik melalui presence, akhlak, dan konsistensi—bukan hanya melalui perintah.

Keempat, menyesuaikan metode tetapi menjaga prinsip

Prinsip Islam tidak berubah: kejujuran, sopan santun, kerja keras, tanggung jawab, kasih sayang. Yang berubah hanya cara menanamkannya. Generasi digital membutuhkan metode digital. Generasi ekspresif membutuhkan ruang dialog. Generasi cepat membutuhkan kurikulum nilai yang lebih terstruktur. Nilai tetap sama; pendekatan harus berubah.

 

Jama’ah Jumat rahimakumullah,

Perubahan generasi bukan ancaman—tetapi amanah. Allah menguji kita dengan anak-anak yang hidup pada zaman mereka sendiri, bukan zaman kita. Maka: Dengarkan mereka sebelum menasihati; Pahami mereka sebelum menghakimi; Tuntun mereka dengan hikmah, bukan kemarahan; Perbarui cara mendidik, tetapi teguhkan nilai yang kita imani.

Semoga Allah menjadikan keluarga kita rumah yang dipenuhi rahmat, dan menjadikan anak-anak kita generasi yang lebih baik daripada kita.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمِ، وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

Khutbah II

 اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ لله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَهُ، اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ اْلاِنْسِ وَالْبَشَرِ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اَمَّا بعْدُ. فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا الله تَعَالىَ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ أيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ اَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ في ِالْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّهُمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ سَيِّدِنَا أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ سَائِرِ أَصْحَابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ، اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْغَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزِّنَا وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَعَنْ سَائِرِبَلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ

**اللَّهُمَّ انْظُرْ إِلَى أَبْنَائِنَا وَبَنَاتِنَا مِنْ أَجْيَالِ زِيْد وَ أَلْفَا نَظْرَةَ رَحْمَةٍ وَعِنَايَةٍ**

**اللَّهُمَّ اهْدِهِمْ وَاهْدِ بِهِمْ، وَاجْعَلْهُمْ قُرَّةَ أَعْيُنٍ لَنَا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ**

**اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَهُمْ، وَاشْرَحْ صُدُورَهُمْ، وَقَوِّ عُقُولَهُمْ، وَاجْعَلْهُمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ**

**اللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى تَرْبِيَتِهِمْ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ، وَاجْعَلْنَا لَهُمْ قُدْوَةً صَالِحَةً فِي الْقَوْلِ وَالْفِعْلِ**

**اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا فِي ذُرِّيَّاتِنَا، وَاحْفَظْهُمْ بِحِفْظِ الْإِيمَانِ، وَارْزُقْنَا بِرَّهُمْ فِي الْعُمْرِ وَالصِّحَّةِ**

**رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا**

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ الله إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ


Memahami Proses

Wednesday, 4 September 2024

 


الحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَلِيِّ المُتَّقِيْنَ، وَنَاصِرِ عِبَادِهِ المُسْتَضْعَفِيْنَ، يَقْضِي بِالحَقِّ، وَهُوَ خَيْرُ الفَاصِلِيْنَ. نَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، رَبُّ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ. وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ النُّوْرُ الهَادِي الأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَنُصَلِّي وَنُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، وَأَصْحَابِهِ الغُرِّ المَيَامِيْنِ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْنِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ. اتَّقُوا اللهَ فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ اللهِ، وَصَّى بِهَا الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ. اتَّقُوا اللهَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ فَقَدْ قَالَ تَعَالَى وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Mengawali khutbah pada siang yang penuh keberkahan ini, Khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada panjenengan semua untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah serta meninggalkan apa yang telah dilarang oleh Allah dan Rasulullah.

Jamaah jum’at, Alhamdulillah kita memasuki bulan kemerdekaan dan dapat menyambut dengan sukacita. Selain merayakan, memperingati, dan mengenang jasa para pahlawan, ada banyak pelajaran dan hikmah yang dapat diambil dari peringatan kemerdekaan RI. Salah satunya adalah kita diingatkan pentingnya proses, bukan semata hasil.

Di satu sisi terdapat takdir Allah, dan kita hanyalah makhluk. Kesuksesan apapaun yang kita hasilkan, sebenarnya bukan hakiki milik kita, melainkan amanah, dan itu atas kehendak Allah. Kita tidak bisa menjadi superman atau pahlawan super yang memiliki kemampuan tak terbatas. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun (kalimat tarji’) bukanlah ucapan atau slogan kosong. Ini adalah pengingat kita bahwa semua dari Allah.

Namun, di sisi lain, kita tidak boleh berdiam diri atau tidak berusaha, dan hanya pasif atas keputusan Allah. Kita memang tidak dapat mendikte Allah, tetapi takdir dan kuasa Allah berlaku di awal, di tengah, maupun di akhir perjalanan usaha manusia. Di awal kita niatkan karena-Nya, di tengah kita ikhtiar, dan di akhir kita berpasrah. Dalam bahasa lain ‘bismillah, billah, dan lillah’ menjadi ekspresi dalam langkah kita.

Ikhtiar, usaha, ini merupakan tugas dan wilayah manusia sebagai hamba. Bahkan Rasulullah, kekasih dan manusia paling dekat (orang dalam) Allah saja dibuat sebagai contoh umatnya untuk berikhtiar, berusaha. Dalam menyampaikan agama Islam Allah menyatakan: “Tugasmu wahai Muhammad tidak lebih dari menyampaikan”. Bukan memberikan hidaya (Taufiq). Hidayah ada pada hak mutlak sang Pencipta, sama seperti takdir. Dalam bab hijrah, Nabi pun juga tidak diperkenankan mengambil jalan pintas. Dari sejarah kita tahu, bahwa Madinah adalah tujuan yang jelas dan tepat untuk berhijrah dari Makkah, tetapi Allah tidak langsung memerintah Nabi ke Madinah, ada prosesnya untuk ke sana, ada daerah lain yang dilihat dan didatangi terlebih dahulu. Ada banyak contoh dari Al-Quran dan sirah Rasul yang mengajarkan bahwa kewajiban sekaligus nilai dari usaha juang manusia adalah ikhtiar/proses. Hasil adalah bonus yang tidak harus dibanggakan (karena itu bagian dari ketentuan Allah), tetapi kita dapat bangga atas ikhtiar, usaha, dan proses karena ini adalah wilayah kita.

Jamaah jum’at,

Kemerdekaan Indonesia adalah hasil, ini adalah ketentuan Allah, kita wajib menyukurinya, tetapi kita tidak cukup hanya membanggakannya. Para pejuanglah yang patut berbangga atas jerih payah perjuangan dan ikhtiarnya hingga mengantarkan pada kemerdekaan ini. Tugas kita adalah berusaha untuk tetap mempertahankan kemerdekaan dan memajukan Indonesia. Proses dan perjuangan terus ada dalam langkah kehidupan kita, dalam hal apapun. Sebagai contoh, berjuang dalam belajar dan bekerja.

Belajar adalah proses, ikhtiar, dan memang itu adalah tugas kita, dari buaian hingga liang lahat. Tidak semata hasil, rangking, atau nilai yang menjadi ukuran bagi Allah, tetapi bagaimana Allah melihat setiap proses yang kita lakukan. Bisa saja dikatakan nilai, atau bahkan kepintaran adalah bonus saja dari usaha. Dan tidak ada korelasi antara kecepatan belajar dengan tingkat kepintaran atau kesuksesan seseorang nantinya. Ilmu adalah kebaikan, dan tidak ada kebaikan yang sia-sia dalam tiap prosesnya.

Ibn Sina dikenal sebagai filsuf dan ahli bidang kedokteran dengan banyak sekali karya. Itu adalah hasil, tetapi kiranya sedikit yang mencari tahu bahwa kegiatan keseharian Ibn Sina, bahwa siangnya ia gunakan untuk menolong pasien, sementara malamnya banyak dihabiskan untuk riset dan menulis. Ibn Sina hanya satu dari banyak contoh para ulama yang harum namanya karena serius dalam menjalani tugasnya berikhtiar dan berproses hingga memberikan hasil untuk umum. Einstein sangat dikenal karena rumusnya tentang teori energi dengan rumusan singkat E=mc kuadrat. Ringkas dan mudah sekali dihapal, tetapi untuk membuat dan menelurkan idenya dibutuhkan proses yang berbulan-bulan pemikiran dan percobaan.

Saat ini, di era internet yang semakin maju, manusia di satu sisi banyak sekali dimudahkan. Banyak hal yang dulunya memerlukan waktu lama, sekarang dengan cepat bisa diperoleh. Akan tetapi, manusia scroll, untuk menyebut orang yang terbiasa dengan gadget telah kehilangan kenikmatan proses. Banyaknya aplikasi pembantu menjadikan orang mengambil jalan pintas. Jika ia menulis dan mengarang dari hasil bantuan aplikasi ini semata, dapatkan kita menyebutnya penulis yang berprestasi, bisakah kita sandingkan dengan para mushannif mukhlisin (pengarang kitab yang memang ikhlas dan lillah) sehingga patut kita kirimi fatihah, Wallahu a’lam.

Demikian juga dengan bekerja dan kesuksesan. Itu membutuhkan proses dan perjuangan. Dari sedikit demi sedikit, dari jatuh bangun dan masalah hingga muncul kedewasaan, kepasrahan, dan kembali memompa semangat. Bekerja menjadi dinamis. Akan berbeda jika bekerja dan kesuksesan diraih dengan jalan pintas. Tentu nilai perjuangan dan berkahnya tidak sama dengan yang diawali proses. Hal yang tanpa proses akan menjadi semu dan kurang bermakna.

Oleh karena itulah Al-Quran menegaskan: “dan berkaryalah (beramallah)! Niscaya Allah akan melihat (menilai) amalmu, juga rasulNya dan orang-orang beriman”.  QS. At-Taubah [9]:105. Bahkan Al-Quran membatasi penilaian itu pada amal: “maka barangsiapa yang berbuat kebaikan walau sebesar dzarroh, niscaya Allah akan melihatnya (menilainya). Dan barangsiapa yang melakukan kejahatan, walau sebesar dzarroh, niscaya Allah akan melihatnya (menilainya)”. Mari kita isi dan jaga kemerdekaan dengan terus belajar, bekerja, dan berkarya dan menikmati setiap prosesnya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

 Khutbah II اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Lomba Moderasi Beragama, Berhadiah 100 Juta

Monday, 31 July 2023

 Balai Litbang Agama Semarang mengadakan lomba Inovasi Moderasi Beragama dalam rangka menyambut Konferensi Moderasi Beragama Asia Afrika yang akan dilaksanakan pada bulan Oktober, oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Kepala Balai Litbang Agama Semarang, Anshori mengatakan sebagai satker pendukung kinerja Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Balai Litbang Agama Semarang berkontribusi dalam menyukseskan kegiatan Konferensi Moderasi Beragama Asia Afrika. “Selain lomba, kami akan melakukan Ekspos Ino
vasi Moderasi Beragama di tiga lokasi yaitu Yogyakarta, Mataram, dan Banjarmasin,” ungkap Anshori. 

Anshori menuturkan kegiatan ekspos ini, untuk melakukan penelusuran inovasi yang dimiliki oleh  satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama (provinsi dan kab/kota), lembaga keagamaan, dan kelompok masyarakat melalui penyelenggaraan Lomba Inovasi Moderasi Beragama. 

“Inovasi-inovasi tersebut akan dinilai dan hasilnya akan dikompilasikan dalam bentuk audiovisual,” tambah Anshori.

Empat lomba tersebut yakni, Lomba Kampung Moderasi, Lomba Sekolah dan Madrasah Moderasi, Lomba Rumah Ibadah Moderasi dan Tiktok Challenge Moderasi Beragama. Lomba ini berhadiah 100 Juta.

Batas pendaftaran & pengiriman karya :

1. Lomba Kampung, Sekolah, Madrasah dan Rumah Ibadah Moderasi 15 Agustus 2023.

2. Tiktok Challenge 11 Agustus 2023, Pengumuman pemenang 15 September 2023.


Link: JUKNIS LOMBA



Candaan Seksual di Tempat Kerja

 Oleh: Fathurozi

Aktif di Pancur Studies Semarang


Candaan seksual di tempat kerja, dikatakan biasa terjadi. Mungkin mereka tak tahu tindakannya termasuk perbuatan tak terpuji. Ketidaktahuan ini menjadi problem tersendiri. Misalnya berkata rambutnya basah, habis keramas ya, tadi malam berapa ronde dan sebagainya. Kata-kata ini, terlontar ketika bercanda sesama teman, ternyata candaannya masuk dalam bentuk pelecehan seksual non fisik.

andaan yang berbau seksual, muncul ketika sedang berkumpul bersama teman laki-laki dan perempuan. Bahkan mereka saling menimpalinya, kelihatanya nyaman-nyaman saja, tidak ada yang merasa dirugikan. Mungkin, jika diucapkan orang lain akan menimbulkan masalah, tapi tergantung sama orangnya.

Candaan seksual bisa dikatakan misteri gunung es yang sulit terselesaikan. Candaan ini sudah menjadi bahasa pergaulan baik di dunia kerja atau di dunia pendidikan. Jika ada yang merasa tersinggung cukup bilang, jangan marah, cuma bercanda, masalah terselesaikan. Lebih ironis lagi, orang yang tersinggungan akan tersisih dari pergaulan.

Tak ayal, candaan tersebut tidak lagi tabu tapi menjelma menjadi bumbu keakraban sesama teman. Kelihatannya, ketika ngobrol tidak menyinggung hal-hal yang sensitif, merasa obrolannya kurang seru. Pelecehan seksual terjadi tidak menimpa perempuan saja, tapi laki-laki juga mengalaminya. Memang korban paling banyak perempuan. Berdasarkan survei Organisasi Buruh Internasional (ILO), mengenai kekerasan dan pelecehan seksual di dunia kerja Indonesia. Survei dilakukan dalam kurun waktu 2 tahun (2020-2022) dengan melibatkan 1.175 responden. Menemukan, korban kekerasan dan pelecehan seksual sebesar 70,81 persen. Sedangkan 72,77 persen melihat peristiwanya. Kemudian, 53,36 persen pernah menjadi korban sekaligus saksi.

Sebagian masyarakat masih berpandangan korban, juga pelaku. Tak heran, si korban tidak berani bercerita ke teman, apa lagi ke keluarga. Mungkin si korban kuatir, Jika kejadian terungkap ke publik, tidak mendapat simpati, sebaliknya mendapatkan hinaan atau cacian.

Pelecahan di Tempat Kerja

Orang yang melihat terjadinya pelecehan seksual di tempat kerja, sebagian besar mengambil sikap diam dan membiarkannya, bukan tidak peduli. Namun, takut menjadi saksi, apalagi pelakunya pimpinan, ada rasa kuatir akan dipecat dari pekerjaan, lebih baik mengamankan dirinya sendiri. Tak ayal, pelakunya merasa bebas melakukan sesukanya, bahkan merasa bangga, terbukti menceritakan perbuatan ke teman-temannya.

Sikap diam tidak hanya diambil karyawan, tapi pimpinan tertinggipun ikut-ikutan, terkesan menyalahkan korban. Jika ada laporan yang masuk, diproses tapi berjalan lambat. Ironisnya lagi, didiamkan dan menutup mata seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Bahkan, ditutupi agar jangan sampai pihak luar mengetahuinya, mungkin mereka beralasan menjaga nama baik di atas segalanya, tanpa memikirkan nasib si korban. Yang terjadi, hanya sebagai bahan gosip obrolan antar karyawan. Tak heran, pelecehan seksual bak jamur di musim penghujan yang akan terus tumbuh.

Komnas Perempuan mengategorikan kekerasan seksual salah satunya pelecehan seksual. Yang termasuk pelecehan seksual meliputi siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual. (kompas.com, akses 19 Mei 2023). Kategori ini, sering terjadi pada masyarakat kota dan desa, ketika sedang ngopi di tempat nongkrong, kebetulan ada perempuan yang lewat, spontan akan disiuli. Namun, kejadian ini tidak menimbulkan polemik karena merasa tidak ada yang dirugikan.

Masih ada yang beranggapan kondratnya laki-laki suka menggoda, sebaliknya, ketika ada perempuan yang menggoda laki-laki dikatakan bukan perempuan baik-baik atau nakal. Seolah-olah pelecehan seksual yang menimpa perempuan, sebagai bentuk hukuman karena prilakunya tak mencerminkan yang semestinya. Stigma seperti ini selalu tertanam dalam benak masyarakat kita, padahal mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan.

Pemerintah bukannya menutup mata, berbagai cara dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual. Terbukti dikeluarkannya surat edaran menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor SE.03/MEN/IV.2011 tentang pedoman pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Sedangkan untuk menghukum pelaku, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pada pasal 5, menyebutkan bagi pelaku perbuatan seksual non fisik, dipidana hingga 9 bulan penjara dan denda sebesar Rp 10 Juta. Lalu pasal 6, berbunyi bagi pelaku pelecehan seksual fisik dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 300 juta.

Kelihatannya, pelecehan seksual non fisik sering terjadi di tempat kerja baik antar karyawan dan atasan ke bawahan, tanpa sadar mereka telah melakukannya, sebaliknya si korban tidak merasa sedang menjadi obyek pelecehan. Saatnya perusahaan atau institusi berkomitmen melawan pelecehan seksual tanpa mempertimbangkan nama baik dan mengutamakan sisi kemanusiaan. Perusahaan perlu mendirikan rumah konsultasi seksual, nantinya karyawan bebas berkonsultasi berkaitan reproduksi dan kekerasan seksual. Perusahaan mendampingi korban, dari mulai pembuatan laporan ke pihak berwajib hingga pemulihan dari trauma.


Link: Harian Bhirawa

Thursday, 6 July 2023

 Oleh: Moch Lukluil Maknun

 

اَلْحَمْدُ للهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ في مُحْكَمِ كِتَابِهِ: وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى، وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَاب . وَقَالَ: وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Maasyiral Muslimin Rahimakumullah, Pada kesempatan mulia ini mari kita terus meningkatkan dan meneguhkan ketakwaan kita pada Allah SWT. Takwa inilah yang akan membedakan kemuliaan seseorang di sisi Allah SWT dibandingkan dengan orang lain. Sebagaimana ditegaskan dalam QS Al Hujurat ayat 13:   اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ    Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Jamaah jumat rahimakumullah, pada kesempatan ini mari kita mengkaji satu ayat surat At-Taubah ayat 122 sebagaimana yg khatib sebutkan di awal. Surat At-Taubah merupakan satu-satunya surat dalam mushaf yang tidak mencantumkan basmalah. Di antara riwayat penjelasannya, dalam tradisi Arab jahiliyah dahulu, jika mereka melakukan perjanjian dengan sebuah kaum atau kabilah yang lain dan hendak memutuskan perjanjian tersebut, maka mereka mengirimkan sepucuk surat pemutusan tanpa mencantumkan kalimat basmalah. Pun demikian, ketika umat Islam memutuskan perjanjian dengan orang-orang musyrik, Nabi mengutus Sayyidina Ali untuk membacakan surat di atas (at-Taubah) di hadapan mereka tanpa diawali dengan bacaan basmalah, sesuai adat mereka. Surat Madaniyah dengan jumlah 129 ayat ini termasuk surat yang turun di akhir masa kerasulan Nabi, dengan nomor urut 113 dari 114 jumlah surat Alquran. Sebagai surat akhir, kandungan surah at-Taubah ini lebih menekankan pada upaya bagaimana menata kehidupan umat Islam yang solid agar tidak mudah diganggu oleh pihak-pihak yang sewaktu-waktu dapat merusak kehidupan umat Islam.

Ayat 122 at Taubah ini masih dalam konteks perang (perang tabuk dan menghadapi tentara Ruum), jihad, dan pemertahanan kedaulatan maupun kemaslahatan umat islam. Di saat itu, nabi juga memerintahkan atau menghendaki para sahabat pergi haji, namun diembargo oleh musyrikin makkah, sehingga perlu perjanjian, dengan utusan Sayyidinan Ali.

Arti redaksional ayat 122 kurang lebih: “dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perng). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama dan untuk memberi peringatan keapda kaumnya apabila mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Asbabun Nuzul ayat 122 ini di antaranya diriwayatkan dari Abdullah bin Ubaid bin Umair: “Ketika kaum mukminin diperintahkan untuk berjihad, mereka bersemangat dan bergegas keluar untuk berperang sehingga mereka meninggalkan Rasulullah dan orang-orang yang lemah di Madinah” lalu turunlah ayat ini.

Intisari ayat ini adalah perintah menuntut ilmu. Allah tidak memerintahkan secara keseluruhan orang yang beriman untuk berjihad. Melainkan, sebagian dari mereka ditugaskan mencari ilmu pengetahuan sehingga mereka nantinya dapat mengajar kepada lainnya. Dengan demikian keimanan mereka semakin teguh dan tidak terjebak pada kebodohan yang mengantarkan ke arah kehancuran.
Jamaah jumat Rahimakumullah, pada konteks keindonesiaan, banyak ulama kita yang sangat berjasa tidak hanya memobilisasi masyarakat dan rakyat untuk turut berjihad membela negara. Tidak hanya memikirkan kedaulatan negara, para ulama kita juga tetap menjadi wakil (thaifah, fiah qalilah) bagian kecil yang memperdalam agama, berdakwah, mengajar, dan juga menuliskan tinggalan berupa kitab yang terus dapat dipelajari hingga kini. Sebagai contoh ulama kita seperti, KH Ahmad Rifai Kalisalak (1787 M); Syaikh Nawawi Banten (lahir 1813 M); Mbah Soleh Darat (lahir 1820 M); Syaikh Khalil Bangkalan (lhr 1820 M); guru dari Syaih Mahfudz Termas, KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, dlsb.

Kembali kepada ayat 122 di atas, dapat dikatakan bahwa pencari ilmu tidak kalah utama daripada berjihad di medan perang. Konteks perintah mencari ilmu dan memperdalam ilmu agama tidak berhenti meskipun masa perang di medan laga usai. Sangat diperlukan sosok-sosok ulama yang alim, menyebarkan islam yang penuh rahmat, moderat, nasionalis, dan tidak berpikir sempit. Kita sebagai orang tua perlu membekali generasi anak cucu kita dengan keilmuan agama pula, dan kita dukung sepenuhnya. Semoga kita tidak tergolong orang yang memaksakan kehendak kepada anak cucu untuk belajar dalam rangka kepentingan dunia semata, kepentingan bekerja semata. Wallahu A’lam.

Demikian khutbah singkat kali ini, semoga kita diberikan kekuatan untuk menjadi orang baik yang senantiasa suka membantu orang lain. Dan semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat menghadapi berbagai masalah yang kita hadapi dalam kehidupan di dunia ini. Mudah-mudahan bermanfaat.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا    اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.    اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ . اللَّهُمَّ إِنِّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَ مِن سَيِّئِ الأَسْقَامِ. إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ    عِبَادَ اللهِ إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

KUA, Moderasi Beragama, dan Pancasila

Saturday, 20 May 2023

Oleh: Fathurozi 


Moderasi beragama (MB) menjadi salah satu dari tujuh program perioritas Kementerian Agama. Satker yang dibawahnya langsung membuat program yang berkaitan dengan MB. Semisal Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) berlomba-lomba membuat program rumah moderasi beragama. Tidak ketinggalan intansi yang lain juga membuat kegiatan workshop, seminar, dan orientasi penguatan moderasi beragama.

Tak heran maraknya konten MB berseliweran di dunia maya, mulai video shots hingga info grafis. MB jadikan program yang secara masif disosialisasikan di instansi pemerintah. Moderasi beragama di berbagai kalangan, masih silang pendapat. Pihak yang kurang setuju akan mengatakan agama tidak perlu di moderasi, karena agama mengajarkan kebenaran. Padahal moderasi beragama tidak akan mengubah ajaran agama, tapi mengubah prilaku seseorang dalam menjalani ajaran agama, secara seimbang dan tidak berlebihan.

Dalam buku berjudul Moderasi Beragama terbitan Kemenag tahun 2019, menguraikan bahwa, moderasi beragama menjadi solusi atas ekstremisme beragama yang melanda Indonesia. Moderasi Beragama tidak cukup disuarakan kelompok muslim saja, namun membutuhkan kelompok non muslim. Intinya moderasi beragama berlaku bagi semua pemeluk agama.

Sebelum MB diterapkan di masyarakat terlebih dulu Kementerian Agama, tahun 2022 secara serentak melakukan tes Computer Assisted Test (CAT) Profesionalisme dan Moderasi Beragama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah naungannya. Mungkin bertujuan, sebelum MB sosialisasikan pada masyarakat, terlebih dulu pegawainya harus memahaminya.

Demi tercapainya MB, Kantor Urusan Agama (KUA) dijadikan ujung tombak dalam memberikan pemahaan moderasi beragama pada masyarakat. Kelihatannya penerapan moderasi beragama, untuk minimalisir paham yang suka menyalahkan paham yang dianut orang lain.  Tak ayal Kementerian agama akan melakukan revitasi KUA yang  seluruh Indonesia kurang lebih 5.945 unit.

Tahun 2021, 100 KUA akan direvitalisasi, tahun 2022, 1.000 KUA akan direvitalisasi. Pada tahun 2024 harapannya semua KUA sudah direvitalisasi. Menurut Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, KUA harus menjadi pusat layanan keagamaan yang prima, kredibel, dan moderat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, (https://kemenag.go.id/).

Tak heran revitalisasi KUA masuk dalam program prioritas Kementerian Agama. Selain melakukan pembenahan pelayanan. Sisi lain, KUA diharuskan memiliki rumah moderasi beragama dan kampung moderasi beragama.

Beda Pemahaman

Sebagian umat beragama di Indonesia memiliki ideologi yang berbeda-beda. Perbedaan ini bisa dijadikan simbol kekuatan persatuan umat dan bangsa. Namun perbedaan tersebut sering menimbulkan percikan konflik di masyarakat. Sejatinya, kita terlahir di dunia memilki perbedaan mulai warna kulit hingga sidik jari. Misal sidik jari si anak akan berbeda dengan sidik jari orang tuanya.

Menjalankan ajaran agama di tengah perbedaan ini, harus adil, seimbang dan tidak berlebihan, sehingga terhindar dari prilaku sok benar sendiri, menyalahkan paham agama orang lain. Di sisi lain, terkadang menjadi moderat dalam beragama dianggap lemah karena kurang militansi dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Menururt Nafik Muthohirin (Sindo: 7 Mei 2018), retaknya hubungan antar pemeluk agama di Indonesia disebabkan dua faktor yakni. Pertama, populisme agama yang dihadirkan ke ruang publik yang dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras, dan suku tertentu. Kedua, politik sektarian yang sengaja menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk menjustifikasi atas kebenaran manuver politik tertentu sehingga menggiring masyarakat ke arah konservatisme radikal secara pemikiran.

Populisme agama di Indonesia masih menjadi alat politik untuk mensuksekan calon yang didukungnya. Paling kentara terlihat pada tahun 2017, pada waktu pilkada DKI Jakarta. Kedua kubu saling serang mengunakan segala cara untuk menenangkan calon yang diusung. Bahkan, rumah ibadah dijadikan ajang kampaye. Misalnya muncul spanduk bertuliskan 'Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama. Politisasi agama di Indonesia, cukup berhasil dalam mendulang suara.

Hal senada, dikatakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam teks pidato peringatan Hari Amal Bakti ke-77 Kementerian Agama tahun 2023. Politisasi agama makin sering dilakukan untuk meraih efek electoral. Politisasi tempat ibadah sebagai ajang kampaye mulai terjadi. Bahkan Gus Yaqut, mewanti-wanti agar seluruh ASN Kemenag tidak ikut melakukan provokasi di tengah keragaman pilihan. ASN menjadi simpul kerukunan dan persaudaraan. Lebih lanjut Gus Yaqut mengajak pegawai Kemenag berada dalam satu barisan yang kuat, kokoh, dan terorganisir untuk lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Diklat Moderasi Beragama

Kelihatanya moderasi beragama menjadi solusi perbedaan agama di nusantara. Penerapan MB bagi masyarakat, tak semudah membalik telapak tangan, tapi membutuhkan pengorbanan tenaga dan waktu. Tak ayal, Balai Diklat Keagamaan yang memiliki tugas dan fungsinya melaksanakan kediklatan, sedang gencar melakukan diklat moderasi beragama, baik bagi penyuluh dan guru agama, baik ASN ataupun honorer.

Peserta diklat nantinya menjadi garda terdepan dalam penerapan MB diinstansinya masing-masing dan masyarkat sekitar. Namun diklat MB belum semua menyentuh seluruh penyuluh dan guru agama. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Balai Litbang Agama Semarang mengenai survey Pengukuran Evaluasi Efektivitas Penyelenggaraan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama (PPMB) dan Pemahaman Moderasi Beragama pada Penyuluh Agama, Guru, dan Guru Madrasah.Hasilnya menunjukan bahwa hanya 0,9 pesen guru agama yang telah mengikuti PPMB, sedangkan penyuluh baru 17 persen.

Temuan ini, menjadi pekerjaan rumah (PR) Kementerian Agama untuk memperbanyak pelatihan penguatan moderasi beragama, untuk memperbanyak pelatihan penguatan MB. Jika kurang terpenuhi dikuatirkan akan menghambat revitalisasi yang mengusung program MB. Revitalisasi KUA yang lebih menekankan pada misi moderasi beragama dan menjaga kerukunan antar umat. Sebelum melakukan pembenahan pelayanan KUA, terlebih dulu harus mempersiapkan yakni. Pertama, penyuluh agama dan jajaran pegawai di KUA diwajibkan mengikuti diklat moderasi beragama, sehingga dapat memberikan solusi pada permasalahan pemahaman keagamaan yang terjadi di masyarakat.

Kedua, KUA selain menjadi balai nikah, juga bisa difungsikan sebagai rumah moderasi beragama. Rumah ini, dijadikan mediasi konflik agama. Misalnya gesekan pemahaman agama, tak perlu diselesaikan di pengadilan, cukup selesai di rumah MB.

Ketiga, bagi pegawai yang telah mengikuti diklat, berkewajiban mengadakan pelatihan moderasi beragama di sekolah yang berbasis agama ataupun umum. Pelatihan ini akan melahirkan bibit moderasi beragama, yang memiliki sikap moderat dan bisa dijadikan agen moderasi beragama di sekolah.

Jika, tiga persiapan diterapkan akan tercipta kerukunan antar umat beragama yang memiliki pemahaman moderasi beragama. Namun memperlukan peranan lembaga yang bergerak dalam kerukunan umat beragama dan ormas keagamaan yang moderat.

Pada dasarnya, moderasi beragama dan Pancasila bisa dikolaborasikan dalam penguatan kecintaan terhadap tanah air. Keduanya, memiliki persamaan, sama-sama mengusung toleransi. Dalam moderasi beragama terdapat dalam Pancasila yakni. Sila pertama, ketuhanan yang Maha Esa, sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ketiga, persatuan Indonesia. Perpaduan nilai-nilai moderasi beragama dan pancasila bisa dijadikan bahan ajar pada pelatihan kediklatan bagi penyuluh agama dan guru agama. Penyuluh dan guru menjadi gerbang pertama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Penulis adalah Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Link: https://www.harianbhirawa.co.id/kua-moderasi-beragama-dan-pancasila/ 

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi