KUA, Moderasi Beragama, dan Pancasila

Saturday 20 May 2023

Oleh: Fathurozi 


Moderasi beragama (MB) menjadi salah satu dari tujuh program perioritas Kementerian Agama. Satker yang dibawahnya langsung membuat program yang berkaitan dengan MB. Semisal Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) berlomba-lomba membuat program rumah moderasi beragama. Tidak ketinggalan intansi yang lain juga membuat kegiatan workshop, seminar, dan orientasi penguatan moderasi beragama.

Tak heran maraknya konten MB berseliweran di dunia maya, mulai video shots hingga info grafis. MB jadikan program yang secara masif disosialisasikan di instansi pemerintah. Moderasi beragama di berbagai kalangan, masih silang pendapat. Pihak yang kurang setuju akan mengatakan agama tidak perlu di moderasi, karena agama mengajarkan kebenaran. Padahal moderasi beragama tidak akan mengubah ajaran agama, tapi mengubah prilaku seseorang dalam menjalani ajaran agama, secara seimbang dan tidak berlebihan.

Dalam buku berjudul Moderasi Beragama terbitan Kemenag tahun 2019, menguraikan bahwa, moderasi beragama menjadi solusi atas ekstremisme beragama yang melanda Indonesia. Moderasi Beragama tidak cukup disuarakan kelompok muslim saja, namun membutuhkan kelompok non muslim. Intinya moderasi beragama berlaku bagi semua pemeluk agama.

Sebelum MB diterapkan di masyarakat terlebih dulu Kementerian Agama, tahun 2022 secara serentak melakukan tes Computer Assisted Test (CAT) Profesionalisme dan Moderasi Beragama bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawah naungannya. Mungkin bertujuan, sebelum MB sosialisasikan pada masyarakat, terlebih dulu pegawainya harus memahaminya.

Demi tercapainya MB, Kantor Urusan Agama (KUA) dijadikan ujung tombak dalam memberikan pemahaan moderasi beragama pada masyarakat. Kelihatannya penerapan moderasi beragama, untuk minimalisir paham yang suka menyalahkan paham yang dianut orang lain.  Tak ayal Kementerian agama akan melakukan revitasi KUA yang  seluruh Indonesia kurang lebih 5.945 unit.

Tahun 2021, 100 KUA akan direvitalisasi, tahun 2022, 1.000 KUA akan direvitalisasi. Pada tahun 2024 harapannya semua KUA sudah direvitalisasi. Menurut Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, KUA harus menjadi pusat layanan keagamaan yang prima, kredibel, dan moderat dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, (https://kemenag.go.id/).

Tak heran revitalisasi KUA masuk dalam program prioritas Kementerian Agama. Selain melakukan pembenahan pelayanan. Sisi lain, KUA diharuskan memiliki rumah moderasi beragama dan kampung moderasi beragama.

Beda Pemahaman

Sebagian umat beragama di Indonesia memiliki ideologi yang berbeda-beda. Perbedaan ini bisa dijadikan simbol kekuatan persatuan umat dan bangsa. Namun perbedaan tersebut sering menimbulkan percikan konflik di masyarakat. Sejatinya, kita terlahir di dunia memilki perbedaan mulai warna kulit hingga sidik jari. Misal sidik jari si anak akan berbeda dengan sidik jari orang tuanya.

Menjalankan ajaran agama di tengah perbedaan ini, harus adil, seimbang dan tidak berlebihan, sehingga terhindar dari prilaku sok benar sendiri, menyalahkan paham agama orang lain. Di sisi lain, terkadang menjadi moderat dalam beragama dianggap lemah karena kurang militansi dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Menururt Nafik Muthohirin (Sindo: 7 Mei 2018), retaknya hubungan antar pemeluk agama di Indonesia disebabkan dua faktor yakni. Pertama, populisme agama yang dihadirkan ke ruang publik yang dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras, dan suku tertentu. Kedua, politik sektarian yang sengaja menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk menjustifikasi atas kebenaran manuver politik tertentu sehingga menggiring masyarakat ke arah konservatisme radikal secara pemikiran.

Populisme agama di Indonesia masih menjadi alat politik untuk mensuksekan calon yang didukungnya. Paling kentara terlihat pada tahun 2017, pada waktu pilkada DKI Jakarta. Kedua kubu saling serang mengunakan segala cara untuk menenangkan calon yang diusung. Bahkan, rumah ibadah dijadikan ajang kampaye. Misalnya muncul spanduk bertuliskan 'Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama. Politisasi agama di Indonesia, cukup berhasil dalam mendulang suara.

Hal senada, dikatakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam teks pidato peringatan Hari Amal Bakti ke-77 Kementerian Agama tahun 2023. Politisasi agama makin sering dilakukan untuk meraih efek electoral. Politisasi tempat ibadah sebagai ajang kampaye mulai terjadi. Bahkan Gus Yaqut, mewanti-wanti agar seluruh ASN Kemenag tidak ikut melakukan provokasi di tengah keragaman pilihan. ASN menjadi simpul kerukunan dan persaudaraan. Lebih lanjut Gus Yaqut mengajak pegawai Kemenag berada dalam satu barisan yang kuat, kokoh, dan terorganisir untuk lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Diklat Moderasi Beragama

Kelihatanya moderasi beragama menjadi solusi perbedaan agama di nusantara. Penerapan MB bagi masyarakat, tak semudah membalik telapak tangan, tapi membutuhkan pengorbanan tenaga dan waktu. Tak ayal, Balai Diklat Keagamaan yang memiliki tugas dan fungsinya melaksanakan kediklatan, sedang gencar melakukan diklat moderasi beragama, baik bagi penyuluh dan guru agama, baik ASN ataupun honorer.

Peserta diklat nantinya menjadi garda terdepan dalam penerapan MB diinstansinya masing-masing dan masyarkat sekitar. Namun diklat MB belum semua menyentuh seluruh penyuluh dan guru agama. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Balai Litbang Agama Semarang mengenai survey Pengukuran Evaluasi Efektivitas Penyelenggaraan Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama (PPMB) dan Pemahaman Moderasi Beragama pada Penyuluh Agama, Guru, dan Guru Madrasah.Hasilnya menunjukan bahwa hanya 0,9 pesen guru agama yang telah mengikuti PPMB, sedangkan penyuluh baru 17 persen.

Temuan ini, menjadi pekerjaan rumah (PR) Kementerian Agama untuk memperbanyak pelatihan penguatan moderasi beragama, untuk memperbanyak pelatihan penguatan MB. Jika kurang terpenuhi dikuatirkan akan menghambat revitalisasi yang mengusung program MB. Revitalisasi KUA yang lebih menekankan pada misi moderasi beragama dan menjaga kerukunan antar umat. Sebelum melakukan pembenahan pelayanan KUA, terlebih dulu harus mempersiapkan yakni. Pertama, penyuluh agama dan jajaran pegawai di KUA diwajibkan mengikuti diklat moderasi beragama, sehingga dapat memberikan solusi pada permasalahan pemahaman keagamaan yang terjadi di masyarakat.

Kedua, KUA selain menjadi balai nikah, juga bisa difungsikan sebagai rumah moderasi beragama. Rumah ini, dijadikan mediasi konflik agama. Misalnya gesekan pemahaman agama, tak perlu diselesaikan di pengadilan, cukup selesai di rumah MB.

Ketiga, bagi pegawai yang telah mengikuti diklat, berkewajiban mengadakan pelatihan moderasi beragama di sekolah yang berbasis agama ataupun umum. Pelatihan ini akan melahirkan bibit moderasi beragama, yang memiliki sikap moderat dan bisa dijadikan agen moderasi beragama di sekolah.

Jika, tiga persiapan diterapkan akan tercipta kerukunan antar umat beragama yang memiliki pemahaman moderasi beragama. Namun memperlukan peranan lembaga yang bergerak dalam kerukunan umat beragama dan ormas keagamaan yang moderat.

Pada dasarnya, moderasi beragama dan Pancasila bisa dikolaborasikan dalam penguatan kecintaan terhadap tanah air. Keduanya, memiliki persamaan, sama-sama mengusung toleransi. Dalam moderasi beragama terdapat dalam Pancasila yakni. Sila pertama, ketuhanan yang Maha Esa, sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila ketiga, persatuan Indonesia. Perpaduan nilai-nilai moderasi beragama dan pancasila bisa dijadikan bahan ajar pada pelatihan kediklatan bagi penyuluh agama dan guru agama. Penyuluh dan guru menjadi gerbang pertama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Penulis adalah Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Link: https://www.harianbhirawa.co.id/kua-moderasi-beragama-dan-pancasila/ 

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi