الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ
وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيوْم الحِسَاب اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ
الأَشْخَاصِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ
صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين
وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا ، أَمَّا بَعْدُ ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ
اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ. قال الله وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ (البقرة 143)
Jamaah Jum’at
yang dimuliakan Allah
Pertama, mari kita mengingatkan pribadi kita masing-masing untuk senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, utamanya dengan
senantiasa berusaha menjalani segala perintah Allah an menjauhi larangannya.
Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa
kita harapkan syafaatnya di yaumul qiyamah.
Dalam kesempatan kali ini, khatib mengajak pribadi khatib juga para jamaah untuk mengkaji kembali konsep wasathiyah/moderasi berangkat dari buku Bapak M Quraish Shihab dengan judul “Wasthiyah, wasawan Islam tentang moderasi beragama”.
Jamaah Jumah
rahimakumullah
Metode dakwah yang dianjurkan oleh Nabi adalah
dakwah yang menyesuaikan penerima dan dakwah yang mendahulukan konsep rahmatan
lil alamin. Dalam konsep lain dikenal pula wasathiyah (moderasi)
yang secara bahasa berarti di tengah. Para pakar berpendapat bahwa berani itu
baik karena berada di tengah antara takut dan ceroboh, dermawan itu baik di
antara kikir dan boros. Akan tetapi, tidak semua yang di tengah itu berarti
baik. Sebagai contoh, sekolah menengah pertama ada di antara SD dan SMA, tetapi
SMP bukan yang terbaik. S2 berada di antara jenjang S1 dan S3. Secara
konseptual, wasathiyah tidak dimaknai secara sederhana ‘di tengah’ untuk
menentukan yang terbaik, melainkan penerapan wasathiyah haruslah
disertai dengan bekal ilmu pengetahuan yang cukup serta memahami kondisi
masyarakat yang dihadapi. Kunci wasathiyah ada beberapa, di antaranya:
1) memiliki pengetahuan; 2) tidak emosi, yaitu tidak beragama yang berlebihan
karena mengedepankan emosi (Shihab, 2019; Tanya Jawab Moderasi
Beragama, 2019).
Wasath secara bahasa
berarti, apa yang terdapat di antara kedua ujung. Dapat pula berarti
pertengahan dari segala sesuatu. Kata wasath dalam
Al-Qur’an yang disebut dalam beberapa bentuk, semuanya mengandung makna,
“berada di antara dua ujung.” Itu sebabnya, kata wasath atau wasathiyah, dipandang equal dengan
kata moderasi atau moderat, yang memiliki padanan makna dengan kata tawasuth (tengah-tengah), I’tidal (adil),
dan tawazun (seimbang). Quraish
Shihab menggarisbawahi wasthiyah sebagai: “Keseimbangan dalam segala
persoalan hidup duniawi maupun ukhrawi yang selalu harus disertai dengan upaya
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan
kondisi objektif yang dialami.”
Diskursus wasathiyah di Indonesia
dijabarkan dalam tiga pilar; 1) moderasi pemikiran, yang ditandai dengan
kemampuan memadukan teks keagamaan dan konteks/realitas sosial secara dinamis;
2) moderasi gerakan, yaitu penyebaran agama yang bertujuan mengajak kepada
kebaikan dan menjauhkan dari kemunkaran dengan didasari prinsip melakukan
perbaikan dengan cara yang baik pula; 3) moderasi tradisi dan praktik
keagamaan, yakni penguatan relasi antara agama dengan tradisi dan kebudayaan
masyarakat setempat yang keduanya saling terbuka dan berdialog menghasilkan kebudayaan
baru (Kemenag-R.I,
2019).
Jamaah Jumah rahimakumullah
Lawan dari wasathiyah adalah ghulaw atau tatharruf,
yang bisa disinonimkan dengan ekstremisme. Kata ghulaw bermakna
pelampauan batas. Sedangkan kata tatharruf, secara kebahasaan
berarti, “ujung dari sesuatu.” Ekstremisme akan merebak bila
syarat bagi hadirnya wasthiyah terabaikan. Ekstremisme lahir
dari kebodohan terhadap ajaran agama dan ketidakhati-hatian membaca situasi
yang disertai fanatisme buta, emosi/semangat (militansi) berlebihan, sehingga
yang bersangkutan (individu maupun kelompok) bersikap dan bertindak melampaui
batas.
Orang yang
ekstrem, boleh jadi, paling banyak ibadahnya, tekun dalam membaca Al-Qur’an,
dan rajin salat malam dan puasa sunnah. Akan tetapi, ia sering berburuk sangka
dan tidak menampilkan akhlak Islam yang penuh toleransi. Penganut wasathiyah bisa jadi tidak banyak ibadahnya,
tetapi luhur akhlaknya dan selalu tampil dengan ramah dan santun. Toleran atas
perbedaan, terbuka terhadap keragaman, dan tulus dalam relasi kemanusiaan.
Jamaah Jumah rahimakumullah
Lalu bagaimana
menerapkan wasathiyah?
Menurut Quraish
Shihab, untuk menerapkan wasathiyah atau moderasi diperlukan
pengetahuan mengenai;
- Pertama; fiqh al-maqashid yaitu pengetahuan akan latar belakang atas suatu ketetapan hukum dan bukan sekadar mengetahui bunyi teksnya.
- Kedua; fiqh al-awlawiyat, yaitu kemampuan memilih yang terpenting dari yang penting, dan yang penting dari yang tidak penting.
- Ketiga; fiqh al-muwazanat, yaitu kemampuan membandingkan kemaslahatan dan kemudharatan.
- Keempat, fiqh al-ma’alat, yaitu kemampuan meninjau dampak dari pilihan, apakah mencapai target atau sebaliknya menjadi kontra-produktif.
Sementara,
beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan guna tegaknya wasathiyah, antara
lain;
- Pertama; pemahaman yang terperinci mengenai teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah.
- Kedua; kerjasama dan toleransi.
- Ketiga; menghimpun dan mempertemukan ilmu dengan iman.
- Keempat; penekanan pada prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan.
- Kelima; mengajak pada pembaharuan sesuai tuntunan agama.
- Keenam; menaruh perhatian yang besar dalam membina persatuan.
- Ketujuh; memanfaatkan sebaik mungkin warisan dan peninggalan dari tokoh terdahulu.
Pada akhirnya, menjadi wasathiyah bukanlah hal gampang dan bukan untuk menggampangkan. Wasathiyah bukanpula hal sulit, apalagi menyulitkan. Wasathiyah menuntun kita keluar dari kesulitan tanpa menggampang-gampangkan sesuatu. Wasathiyah ditandai oleh ilmu, kebajikan, dan keseimbangan. Tanpa ketiganya, wasathiyah tak akan dapat terwujud.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي
وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ
مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ،
وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ،
وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ
اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى
ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ
عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا
أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ
لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا
فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ،
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ
أَكْبَرُ
- Kemenag-R.I. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
- Shihab, M. Q. (2019). Wasathiyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama. Ciputat: Lentera Hati.
- Tanya Jawab Moderasi Beragama. (2019).
Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !