الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيوْم الحِسَاب اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا ، أَمَّا بَعْدُ ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله: لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم
بالمؤمنين رءوف رحيم (التوبة:
128).
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah
Pertama, mari kita mengingatkan pribadi kita masing-masing untuk senantiasa
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, utamanya dengan
senantiasa berusaha menjalani segala perintah Allah an menjauhi larangannya.
Salawat erta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa
kita harapkan syafaatnya di yaumul qiyamah.
Ada
sebuah kisah hikmah yang barangkali pernah kita dengar sebelumnya, bahwa ..
Konon seorang Syekh sedang berjalan-jalan bersama salah satu
muridnya di sebuah taman. Tiba-tiba, keduanya melihat sepasang sepatu lusuh
tergeletak di sudut jalan. Setelah mengamati sekitar, tak didapati seorang pun
di sana.
Mereka yakin itu adalah sepatu tukang kebun, yang lagi menyelesaikan
pekerjaannya di dalam kebun. Seketika, sang murid yang sudah sangat akrab
dengan Syekhnya itu berujar: “Bagaimana kalau kita candai tukang kebun ini
dengan menyembunyikan sepatunya, kemudian kita sembunyi di belakang pohon?
Nanti ketika dia kembali, kita akan melihat bagaimana ekspresi si tukang kebun
kaget!”
Usulan yang datang tiba-tiba dari sang murid tidak lantas disetujui oleh syekh,
dengan perpektif si murid. Tapi Sang Guru menjawab: “Ananda, tidak pantas kita
menghibur diri dengan menertawakan orang kecil. Kamu bisa saja menambah
kebahagiaan untuk dirinya. Coba masukkan beberapa lembar uang kertas dalam
sepatunya, lalu kamu saksikan bagaimana respon tukang kebun itu.”
Sang murid takjub dan langsung sepakat dengan usulan yang lebih baik dari
gurunya. Dia segera memasukkan beberapa lembar uang ke dalam sepatu tukang
kebun itu. Setelah itu, mereka berdua memilih untuk bersembunyi di balik
semak-semak sambil mengintip apa yang akan terjadi. Tidak berselang lama,
datanglah pekerja kebun itu sambil mengibas-ngibaskan debu dari pakaiannya.
Ketika memasukkan kaki dalam sepatu, ia terperanjat. Ada sesuatu di dalamnya.
Ternyata itu adalah uang. Dia memeriksa sepatu yang satunya lagi, juga berisi
beberapa lembar uang kertas. Dia mengamati sekeliling kebun berulang-ulang.
Akalnya sulit untuk percaya dengan keajaiban ini.
Ia memutar pandangannya ke segala penjuru sekali lagi, tapi tak ada seorang pun
di sana. Lalu, dimasukkannya uang itu dalam sakunya. Sambil berlutut dan
menangis, dia berteriak, seolah-olah bicara kepada Tuhan yang di atas, “Aku
bersyukur kepada-Mu, ya Allah. Wahai Yang Mahatahu, istriku lagi sakit dan
anak-anakku sedang menderita kelaparan. Mereka belum mendapat jatah makanan
hari ini. Engkau telah menyelamatkan mereka Ya Allah.”
Dia terus menangis lama sambil memandang langit dan menengadah sebagai ungkapan
rasa syukurnya atas nikmat yang tiada terkira ini. Beberapa saat kemudian, si
tukang kebun ini pulang dengan air mata haru yang terus meleleh sambil
menyenandungkan bait-bait syukur.
Sementara di balik semak-semak, sang murid sangat terharu dengan pemandangan
yang ia lihat di balik persembunyiannya. Air matanya menganak sungai, antara
haru dan senang tiada terkira.
Syekh lalu berujar pelan, “Bukankah sekarang kamu merasakan kebahagiaan yang
lebih daripada rencana menyembunyikan sepatunya?” Muridnya menjawab,
"Sekarang aku baru paham makna ajaranmu yang dulu pernah kau ajarkan
kepada kami, Syekh. Bahwa ketika memberi, kita akan mendapatkan kebahagiaan
lebih banyak dari pada ketika kita memperoleh sesuatu.”
Sahabat, betapa sering kita mengalami kasus serupa. Dan mayoritas kita memiliki
kecenderungan layaknya keinginan sang murid. Kita menginginkan untuk sekadar
mencari hiburan atau kelucuan sesaat. Mempermainkan dan bahkan mezalimi orang
yang lemah, baik sadar maupun tidak. Lebih senang memberikan sesuatu kepada
orang kecil dengan terlebih dahulu mengerjainya. Padahal kita mampu untuk
berbuat sebaliknya, menghadirkan senyum merekah di wajah mereka. Virus ini
bahkan menyebar hingga ke anak-anak sekolahan. Menjaili teman secara
berlebihan, menertawakan temannya yang terjatuh, mengejek jika ada teman yang
mendapat hukuman, atau mem-bully bersama adalah di antara yang
nyata kita temukan dalam pergaulan anak-anak sekolah zaman sekarang.
Sebagai timbangan terhadap bangaimana seharusnya kita memperlakukan orang lain
adalah dengan membayangkan jika yang diperlakukan demikian adalah sosok diri
kita. Ketika kita menipu atau mempermainkan orang lain, mari sejenak kita
bayangkan jika orang lain memperlakukan kita demikian. Ketika hendak mencari
hiburan atau candaan dengan jalan merendahkan orang lain, mari kita resapi jika
yang di posisi itu adalah diri kita. Nurani adalah ukuran. Ia akan jujur
menilai dan merespon keadaan. Namun, jika nurani terlalu lama ditinggal, tak
pernah digunakan, tak diasah untuk peka, atau dibiarkan keruh bahkan kotor,
maka dikhawatirkan ia akan tertutupi sedikit demi sedikit. Ketika nurani sudah
terkotori, ini bencana yang sesungguhnya.
Khoiruddin Bashori pernah berujar, “Orang besar selalu ingin membesarkan orang
lain. Orang kecil hanya ingin membesarkan diri sendiri.” Kepribadian seseorang
bisa diukur dari perlakuan kita kepada sesama. Ketika kita berazam untuk
berbuat maksimal kepada sesama, maka di saat bersamaan, alam semesta akan
mengembalikan energi yang telah kita keluarkan.
Tak ada yang sia-sia dengan membagi kebahagiaan kepada sesama. Tak ada yang
perlu disesali dengan berbuat baik kepada siapa pun. Justru kita perlu bersedih
ketika memperlakukan orang lain tidak semestinya. Terlebih jika yang menjadi
alasan bagi tindakan itu hanya karena penilaian berdasarkan pekerjaan atau
status sosial. Menganggap rendah hanya karena orang tersebut berprofesi sebgai
tukang kebun atau seorang juru parkir. Bisa jadi nanti, si tukang kebun atau
juru parkir yang kita hina, lebih dahulu masuk surga berkat kedekatannya dengan
Tuhan, kejernihan hati, atau juga mentalnya yang lebih merdeka. Wallahu a’lam
bishawab.
وَأَحَبُّ
الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ
عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْناً، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا وَ
لَأَنْ أَمْشِيْ مَعَ أَخٍ فِي حَاجَةٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي
هَذَا المَسْجِدِ ، ( يَعْنِي مَسْجِدُ النَبَوِي ) شَهْرًا
“…Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah
menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau
membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan
bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada
beri’ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan…” (HR. Thabrani di
dalam al-Mu’jam al-Kabir,
no. 13646).
Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى
أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ،
وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ
اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي
خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ
وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ
حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ
وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ
نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا
حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا
طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ
مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللَّهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ،
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Terimakasih untuk Muhammad Ridha Basri
ReplyDeleteMohon ijin Copas dan sebar ilmu
https://islam.nu.or.id/post/read/64280/pantaskah-cari-hiburan-dengan-menjaili-orang-lain