الحمد لله الذي أرسل رسوله رحمة للعلمين أشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و أشرف
المرسلين، اللهم صل على سيدنا محمد و على اله و صحبه و جميع أمته و سلم أجمعين، أما بعد، فيا عباد الله أوصيني نفسي و
إياكم بتقوى الله و افعلوا الخيرات و اجتنبوا السيئات لعلكم تفلحون، قال الله
تعالى: إن فى خلق السموت و الأرض و اختلاف الليل و النهار لأيات لأولى الألباب (آل
عمران: 190) و قال أيضا: إن عدّة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا فى كتاب الله يوم
خلق السموات والأرض منها أربعة حرم (التوبة: 36)
Adalah sebuah kewajiban bagi
setiap khotib disetiap mengawali khutbah untuk mengajak dan mengingatkan para
jama'ah agar selau meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu,
marilah kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Nya dalam sebuah bentuk
perilaku menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala apa yang
dilarang oleh Nya. Apabila hal ini dapat kita wujudkan dalam kehidupan kita
sehari hari dengan rasa penuh keikhlasan maka niscaya kehidupan kita akan
senantiasa dalam naungan dan ridhoNya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Dalam
suasana tahun baru Hijriah 1441 H, mari sedikit kita bahas tentang beberapa
fenomena tradisi di bulan Muhararam dalam perspektif Islam dan Jawa.
Para sesepuh dan leluhur
memberikan pesan, saat bulan Muharam jangan lupa meninggalkan tirakatan,
sedekahan, berdoa. Ini bukan karena Muharram identik dengan bulan Suro yang
wingit/angker. Justru bulan syuro aslinya dari Asyuro, besok tanggal 10 suro.
Ini bulan mulia, satu dari arba’atun hurum, empat bulan yang dimuliakan
Allah. Muharram adaah bulan kelulusan para Nabi. Bulan hijrahnya Rasulullah.
Ketika Nabi dakwah di Makkah mendapat gangguan dari Kafir Quraisy, kemudian
mendapat perintah hijrah. Hijrah bukan karena takut, sombong, takabur. Akan
tetapi, karena ikut perintah Allah, karena lillahi taala. Akhirnya terbukti
hijrahnya nabi membawa berkah. Islam bisa berkembang pesat, tersebar ke penjuru
dunia, hingga ke Indonesia, termasuk Jawa.
Islam di Indonesia yang dibawa
walisongo, masuk bukan dengan cara kekerasan dan perang, tetapi bilhikmah
wal mauidzatil hasanah. Akhirnya orang nusantara tertarik karena melihat
akhlak walisongo. Jika ingin berdakwah dengan memperlihatkan kebesaran Islam,
maka kuncinya dengan akhlakul karimah. Jika pendakwah berakhlak baik, maka
banyak yang dengan ikhlas ikut.
Walisongo juga menghormati
kebudayaan, tidak pernah membenturkan syariat dengan kebudayaan. Orang pesisir
jaman dulu senang wayang, akhirnya Sunan Kalijaga ikut melek semalam wayangan
untuk mengenalkan jimat kalimosodo (lailaha illallah). Sunan Giri melihat orang
Jawa suka kenduri, ingkung, mencari keselamatan. Sunan Giri tidak marah dan
membenci. “kenduri baik, selamatan baik, tetapi mbok ya jangan hanya
makan-makan, tetapi diberi doa dulu”, jadilah kenduri, selamatan.
Selanjutnya ada istilah Islam
Nusantara, ini bukanlah aliran atau madzhab baru, tetapi Islam yang ada di
Nusantara. Madzhab tetap syafiiyah, aliran tetap ahlussunnah wal jamaah.
Madzhab dan aliran ini cocok dengan budaya masyarakat. Islam di Indonesia yang
berkembang ya seperti ini. Silakan jika ada yang senang menggunakan gamis,
jubah, misalnya, hanya saja jangan sampai mengolok yang tidak berpakaian serupa.
Dengan berpakain surjan dan blangkon sebagai pakaian khas Jawa tidak mengurangi
esensi Islam sama sekali. Demikian pula lewat kenduri dan silaturahim terbukti
menjadikan masyarakat guyub rukun, sebagaiamana menghidupkan jamaah salat di
masjid.
Jamaah
Jumah Rahimakumullah
Nabi Adam AS ketika diuji
Allah dikeluarkan dari surga karena terbujuk Iblis makan buah kuldi. Nabi Adam
dan Ibu Hawa dipisahkan jarak ibaratnya pelosok barat dan timur bumi. Keduanya
terus mencari siang malam sambil menangis taubat minta ampunan Allah dan minta
segera dipertemukan. Allah akhirnya menerima taubat keduanya dan mengabulkan
permintaannya. Akhirnya dipertemukan di Jabal Rahmah, 10 Muharram. Bulan
Muharram, bulan bertemunya Nabi Adam dan Ibu Hawa. Sebenarnya, nikah di bulan
Suro bagus saja, mengalap berkah Nabi Adam dan Ibu Hawa.
Akan tetapi, mengapa orang
Jawa meninggalkan gelar acara di bulan Suro. Jangan mantu jangan supitan di
bulan ini. Ini sebenarnya niat para sesepuh, kiai, jaman kuno agar kita
konsentrasi beribadah. Tidak ada sebab lain. Bukan karena misal dikaitkan jika
nikah di bulan suro sebabkan manten gabug tidak hamil.
Bulan suro ini bulan ibadah,
tanggal 1-10 biasa dipakai puasa, yang thariqah khalwat. Jika banyak orang dan
tetangga berpuasa, lalu anda punya gelar
acara, maka kasihan yang puasa, kasihan pula bagi yang punya hajat. Saat acara
tetapi mereka tidak mau makan, nanti kasihan ada prasangka macam-macam, salah
saya apa mereka tidak mau makan. Tetapi yang berpuasa, mau makan padahal
berpuasa, tidak makan, tidak menghormati yang mengundang, maka serba salah.
Oleh karena itu, para sesepuh menyarankan untuk menunda acara hajatan di bulan
suro.
Jamaah
jumah rahimakumullah
Di sisi lain, bulan Suro bagi umumnya umat muslim Jawa dianggap pula sebagai bulan peringatan dukacita mendalam. Yakni terjadinya
pembantaian keturunan Kanjeng Nabi SAW yang hanya menyisakan
balita bernama Sayyid Ali Zainal Abidin. Karena
itulah, dianggap sangat tidak etis menggelar acara yang intinya merayakan
kebahagiaan di saat seperti ini. Sebagai tanda penghormatan kepada Kanjeng Nabi
dan seluruh keturunannya.
Masyarakat Islam di Nusantara adalah
penganut faham ahlussunnah wal jama'ah yang dikenal kalem dan santun dengan
guru tasawuf Imam Hasan Al Bashri, Imam Al Ghozali, dan Imam Al Junaidy. Sehingga dengan tidak menggelar
perayaan pesta di bulan Suro sudah dirasa
cukup.
Berbeda misalnya dengan penduduk Persia yang memiliki pondasi historis
psikologis lebih kuat. Sejarahnya, Imam Ali bin Abi Thalib adalah besan raja
Persia yang dapat mengislamkan raja dan rakyatnya karena kealiman dan
kelembutan hati. Akhirnya Sayyidina Husein dinikahkan dengan putri persia dan
berketurunan. Maka tak heran penghormatan dan rasa kepemilikan orang Persia
(Irak-Iran) terhadap keturunan Ali demikian hebat, sampai peringatan tragedi
Karbala dilaksanakan dengan lebih menyayat hati.
Kembali ke tradisi tidak menggelar pesta di Bulan Suro, sekali lagi
ini urusannya adalah adab dan mahabbah. Jadi tidak bisa dicari dalilnya secara
syar'ie. Adapun
jika terdapat kondisi
darurat dimana harus melaksanakan
pernikahan di bulan ini, maka tradisi juga memberi solusi. Misalnya dengan lelaku pengantin putri harus menerobos tembok
yang dijebol. Larangan menikah di bulan Suro diibaratkan tembok. Jadi siapa
saja yang menikah di bulan ini berarti nabrak tembok. Karena itu secara sengaja dibuat ritual tambahan
yaitu temboknya dijebolkan, dibuatkan jalan. Sebagai simbol permintaan maaf dan
mohon ijin kepada Sayyidina Husein, Sayyidina Ali, dan
Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Adapun
dalil keumumannya ialah ada di Hadits Qudsi: Qoolallaahu 'azza wa jalla "
Anaa ma'a dzonni 'abdii" (Gusti Allah berfirman: Aku beserta persangkaan
hambaKu). Dengan kata lain, kita berhusnudzon
kepada Kanjeng Nabi dengan cara kulo nuwun untuk melaksanakan hajat kebahagiaan
di bulan dukacita. Dan ridlo Kanjeng Nabi adalah ridlo Gusti Allah SWT jua. Dengan demikian, Islam yang membudaya
menjadi fleksibel dan bisa dijalankan secara luwes oleh semua penganutnya.
Jamaah Jumah
rahimakumullah. Maka poin penting dari larangan menggelar pesta di bulan
Muharram ini bagi muslim di Jawa lebih dilandasi oleh rasa cinta dan adab.
Sangat pas ajaran para wali yang menekankan adab sebelum ilmu. Dan bukankah
nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak. Wallahu a’lam bis shawab.
و العصر إن الإنسان
لفى خسر إلا الذين آمنوا و عملوا الصالحات و تواصو بالحق و تواصوا بالصبر
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى
اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًااَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَىوَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى
بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ
وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ
يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ
اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ
! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ
وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !