Bulan Suro Perspektif Jawa

Wednesday, 26 August 2020

 

 الحمد لله الذي أرسل رسوله رحمة للعلمين أشهد ان لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و أشرف المرسلين، اللهم صل على سيدنا محمد و على اله و صحبه و جميع أمته و سلم أجمعين، أما بعد، فيا عباد الله أوصيني نفسي و إياكم بتقوى الله و افعلوا الخيرات و اجتنبوا السيئات لعلكم تفلحون، قال الله تعالى: إن فى خلق السموت و الأرض و اختلاف الليل و النهار لأيات لأولى الألباب (آل عمران: 190) و قال أيضا: إن عدّة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا فى كتاب الله يوم خلق السموات والأرض منها أربعة حرم (التوبة: 36)

 
Hadirin rahimakumullah

Adalah sebuah kewajiban bagi setiap khotib disetiap mengawali khutbah untuk mengajak dan mengingatkan para jama'ah agar selau meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, marilah kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Nya dalam sebuah bentuk perilaku menjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Nya. Apabila hal ini dapat kita wujudkan dalam kehidupan kita sehari hari dengan rasa penuh keikhlasan maka niscaya kehidupan kita akan senantiasa dalam naungan dan ridhoNya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam suasana tahun baru Hijriah 1441 H, mari sedikit kita bahas tentang beberapa fenomena tradisi di bulan Muhararam dalam perspektif Islam dan Jawa.

Para sesepuh dan leluhur memberikan pesan, saat bulan Muharam jangan lupa meninggalkan tirakatan, sedekahan, berdoa. Ini bukan karena Muharram identik dengan bulan Suro yang wingit/angker. Justru bulan syuro aslinya dari Asyuro, besok tanggal 10 suro. Ini bulan mulia, satu dari arba’atun hurum, empat bulan yang dimuliakan Allah. Muharram adaah bulan kelulusan para Nabi. Bulan hijrahnya Rasulullah. Ketika Nabi dakwah di Makkah mendapat gangguan dari Kafir Quraisy, kemudian mendapat perintah hijrah. Hijrah bukan karena takut, sombong, takabur. Akan tetapi, karena ikut perintah Allah, karena lillahi taala. Akhirnya terbukti hijrahnya nabi membawa berkah. Islam bisa berkembang pesat, tersebar ke penjuru dunia, hingga ke Indonesia, termasuk Jawa.

Islam di Indonesia yang dibawa walisongo, masuk bukan dengan cara kekerasan dan perang, tetapi bilhikmah wal mauidzatil hasanah. Akhirnya orang nusantara tertarik karena melihat akhlak walisongo. Jika ingin berdakwah dengan memperlihatkan kebesaran Islam, maka kuncinya dengan akhlakul karimah. Jika pendakwah berakhlak baik, maka banyak yang dengan ikhlas ikut.

Walisongo juga menghormati kebudayaan, tidak pernah membenturkan syariat dengan kebudayaan. Orang pesisir jaman dulu senang wayang, akhirnya Sunan Kalijaga ikut melek semalam wayangan untuk mengenalkan jimat kalimosodo (lailaha illallah). Sunan Giri melihat orang Jawa suka kenduri, ingkung, mencari keselamatan. Sunan Giri tidak marah dan membenci. “kenduri baik, selamatan baik, tetapi mbok ya jangan hanya makan-makan, tetapi diberi doa dulu”, jadilah kenduri, selamatan.

Selanjutnya ada istilah Islam Nusantara, ini bukanlah aliran atau madzhab baru, tetapi Islam yang ada di Nusantara. Madzhab tetap syafiiyah, aliran tetap ahlussunnah wal jamaah. Madzhab dan aliran ini cocok dengan budaya masyarakat. Islam di Indonesia yang berkembang ya seperti ini. Silakan jika ada yang senang menggunakan gamis, jubah, misalnya, hanya saja jangan sampai mengolok yang tidak berpakaian serupa. Dengan berpakain surjan dan blangkon sebagai pakaian khas Jawa tidak mengurangi esensi Islam sama sekali. Demikian pula lewat kenduri dan silaturahim terbukti menjadikan masyarakat guyub rukun, sebagaiamana menghidupkan jamaah salat di masjid.  

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Nabi Adam AS ketika diuji Allah dikeluarkan dari surga karena terbujuk Iblis makan buah kuldi. Nabi Adam dan Ibu Hawa dipisahkan jarak ibaratnya pelosok barat dan timur bumi. Keduanya terus mencari siang malam sambil menangis taubat minta ampunan Allah dan minta segera dipertemukan. Allah akhirnya menerima taubat keduanya dan mengabulkan permintaannya. Akhirnya dipertemukan di Jabal Rahmah, 10 Muharram. Bulan Muharram, bulan bertemunya Nabi Adam dan Ibu Hawa. Sebenarnya, nikah di bulan Suro bagus saja, mengalap berkah Nabi Adam dan Ibu Hawa.

Akan tetapi, mengapa orang Jawa meninggalkan gelar acara di bulan Suro. Jangan mantu jangan supitan di bulan ini. Ini sebenarnya niat para sesepuh, kiai, jaman kuno agar kita konsentrasi beribadah. Tidak ada sebab lain. Bukan karena misal dikaitkan jika nikah di bulan suro sebabkan manten gabug tidak hamil.

Bulan suro ini bulan ibadah, tanggal 1-10 biasa dipakai puasa, yang thariqah khalwat. Jika banyak orang dan tetangga berpuasa, lalu anda punya  gelar acara, maka kasihan yang puasa, kasihan pula bagi yang punya hajat. Saat acara tetapi mereka tidak mau makan, nanti kasihan ada prasangka macam-macam, salah saya apa mereka tidak mau makan. Tetapi yang berpuasa, mau makan padahal berpuasa, tidak makan, tidak menghormati yang mengundang, maka serba salah. Oleh karena itu, para sesepuh menyarankan untuk menunda acara hajatan di bulan suro. 

Jamaah jumah rahimakumullah

Di sisi lain, bulan Suro bagi umumnya umat muslim Jawa dianggap pula sebagai bulan peringatan dukacita mendalam. Yakni terjadinya pembantaian keturunan Kanjeng Nabi SAW yang hanya menyisakan balita bernama Sayyid Ali Zainal Abidin. Karena itulah, dianggap sangat tidak etis menggelar acara yang intinya merayakan kebahagiaan di saat seperti ini. Sebagai tanda penghormatan kepada Kanjeng Nabi dan seluruh keturunannya.

Masyarakat Islam di Nusantara adalah penganut faham ahlussunnah wal jama'ah yang dikenal kalem dan santun dengan guru tasawuf Imam Hasan Al Bashri, Imam Al Ghozali, dan Imam Al Junaidy. Sehingga dengan tidak menggelar perayaan pesta di bulan Suro sudah dirasa cukup. Berbeda misalnya dengan penduduk Persia yang memiliki pondasi historis psikologis lebih kuat. Sejarahnya, Imam Ali bin Abi Thalib adalah besan raja Persia yang dapat mengislamkan raja dan rakyatnya karena kealiman dan kelembutan hati. Akhirnya Sayyidina Husein dinikahkan dengan putri persia dan berketurunan. Maka tak heran penghormatan dan rasa kepemilikan orang Persia (Irak-Iran) terhadap keturunan Ali demikian hebat, sampai peringatan tragedi Karbala dilaksanakan dengan lebih menyayat hati.

Kembali ke tradisi tidak menggelar pesta di Bulan Suro, sekali lagi ini urusannya adalah adab dan mahabbah. Jadi tidak bisa dicari dalilnya secara syar'ie. Adapun jika terdapat kondisi darurat dimana harus melaksanakan pernikahan di bulan ini, maka tradisi juga memberi solusi. Misalnya dengan lelaku pengantin putri harus menerobos tembok yang dijebol. Larangan menikah di bulan Suro diibaratkan tembok. Jadi siapa saja yang menikah di bulan ini berarti nabrak tembok. Karena itu secara sengaja dibuat ritual tambahan yaitu temboknya dijebolkan, dibuatkan jalan. Sebagai simbol permintaan maaf dan mohon ijin kepada Sayyidina Husein, Sayyidina Ali, dan Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Adapun dalil keumumannya ialah ada di Hadits Qudsi: Qoolallaahu 'azza wa jalla " Anaa ma'a dzonni 'abdii" (Gusti Allah berfirman: Aku beserta persangkaan hambaKu). Dengan kata lain, kita berhusnudzon kepada Kanjeng Nabi dengan cara kulo nuwun untuk melaksanakan hajat kebahagiaan di bulan dukacita. Dan ridlo Kanjeng Nabi adalah ridlo Gusti Allah SWT jua. Dengan demikian, Islam yang membudaya menjadi fleksibel dan bisa dijalankan secara luwes oleh semua penganutnya.

Jamaah Jumah rahimakumullah. Maka poin penting dari larangan menggelar pesta di bulan Muharram ini bagi muslim di Jawa lebih dilandasi oleh rasa cinta dan adab. Sangat pas ajaran para wali yang menekankan adab sebelum ilmu. Dan bukankah nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak. Wallahu a’lam bis shawab.

 

و العصر إن الإنسان لفى خسر إلا الذين آمنوا و عملوا الصالحات و تواصو بالحق و تواصوا بالصبر

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًااَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَىوَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.  رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

 

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi