Kebudayaan Melanggengkan Kekuasaan

Sunday, 6 October 2019


Oleh Fathurozi
Saat ini, pemerintah sedang mengodok rancangan Undang-undang kebudayaan. Namun rancangan tersebut menemuai kritik dari kalangan pengiat seni, karena tidak dilibatkan dalam pembahasan. Polemik kebudayaan sebenarnya sudah terjadi sejak zaman penjajahan hingga era reformasi. Kelihatannya pegiat kebudayaan tidak bisa di lepas begitu saja, tetapi terkurung dalam rezim kekuasaan.

Penjajahan Belanda ikut berperan dalam mengacak-acak kebudayaan bangsa Indonesia, karena rezim ini membedakan perlakuan antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi.

Tindakan ini dilakukan untuk mensensor bacaan buku pribumi. Kemudian Kedatangan Jepang juga membawa pengaruh pada budaya Indonesia. Meskipun kebijakan budaya Jepang berhasil mempengaruhinya. Namun Indonesia tidak  menerima gagasan budaya Pan Asia atau budaya Jepang tiruan.

Dengan menolak kebudayan Jepang maka lahirlah kebijakan budaya Indonesia, ditandai dengan dirikan kantor Commissie voor de Volkslectuur  tahun 1908, lalu tahun 970 dijadikan sebagai lembaga yang mengkaji permasalahan bacaan populer. Tahun 1920 didirikan Balai Pustaka, (halaman 313).

Era pendudukan Jepang sebagai medan perang kebudayaan, (halaman 67). Tak heran jika pegiat kesenian membentuk persatuan ahli gambar Indonesia (Persagi), lalu bekerjasama dengan gerakan nasionalis mengobarkan pesan-pesan kebudayaan Indonesia dalam karya seni. Namun ketika Jepang menyerbu persagi dibubarkan. Akhirnya seniman besar pada era tahun 1940-an dan 1950-an berafiliasi dengan Poetra atau pusat kebudayaan Jepang. Meski mengunakan teknik barat, namun seniman Indonesia selalu bertentangan dengan budaya barat, (halaman 75).

Buku berjudul “Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia, Kebijakan Budaya Selama Abad ke 20 Hingga Era Reformasi” karya Tod Jones. Buku ini membeberkan rezim yang berkuasa selalu memanfaatkan kebudayaan untuk kepentingan politik. Tak ayal tiap pergelaran seni selalu disisipi pesan-pesan dari pemerintah. Seakan-akan budaya tak bisa lepas dari kekuasaan.

Tod Jones menceritakan kebijakan Budaya orba masih mengakar pada birokrasi budaya nasional. Namun berlahan-lahan pengaruhnya mulai menurun akibat adanya pematahan kebijakan budaya, (halaman 231). Budaya digunakan oleh Soeharto untuk menopang kelangsungan kekusaannya.

Ironis lagi seniman daerah yang berkarya harus tunduk dan di dorong untuk memasukan pesan pemerintah dalam karya mereka. Bahkan seniman-seniman yang terkait dengan partai politik kiri atau partai lainnya mendukung Soekarno pada tahun 1960-an dibunuh, dipenjara dan dilarang melakukan pertunjukan, (halaman 208).

Kelihatannya hingga sekarang bijakan budaya budaya masih menjadi polemik antara pemerintah dan para pekerja budaya. Buku karya Tod Jones menarik dibaca bagi para pegiat kebudayaan karena buku ini menghadirkan kondisi realita kebudayaan di daerah. Setidaknya buku ini memberikan pencerahan rezim kekuasaan masih mengendalikan kegiatan kebudayaan.

Diresensi Oleh Fathurozi, Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang


Judul : KEBUDAYAAN DAN KEKUASAAN DI INDONESIA,
                  Kebijakan Budaya Selama Abad ke 20 Hingga Era Reformasi
Penulis : Tod Jones
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2015
Tebal : 356 halaman
ISBN : 978-979-461-885-1

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi