Menampik Tuduhan Islam Agama Teror

Thursday, 15 March 2018

Oleh Fathurozi

Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Meski sebagian besar penganut Islam tetapi bukanlah negara Islam. Namun, kekerasan atas nama agama kerap kali terjadi, semisal Bom Bali 1, Bom Bali 2, Bom Kedutaan Australia di Jakarta, Bom Marriot 1, Bom Marriot 2, dan yang paling baru bom bunuh diri di Kawasan Sarinah Jakarta. Pelaku ingin menerapkan hukum Islam berdasarkan Alquran yang selama ini digelorakan dengan cara kekerasan, padahal kitab suci umat Islam tidak mengajarkan kekekarasan.
Mungkin para teroris tidak kompreshensif dalam memahami isi kandungan Alquran, sehingga orang-orang yang tidak sepaham dianggap halal hukumnya di bunuh. Bahkan dengan entengnya mengkafirkan umat lain. Padahal, Nabi Muhammad Saw. tak pernah mengajarkan kekerasan dalam menghadapi kafir Quraisy, justru lebih memilih dialog untuk memecahkan permasalahan sosial.
Jika agama terus-menerus dijadikan alat kebenaran oleh kelompok tertentu, mungkin saja umat akan meninggalkan agama karena merasa Islam tak memberikan kedamaian. Data yang dilansir oleh Lembaga penelitian Pew mengenai “Peta Agama Dunia”.  Cukup mencengangkan dan perlu dikhawatirkan, dimana kelompok yang tidak berkeyakinan, termasuk Ateis dan agnostik menduduki peringat ketiga dengan jumlah 1,1 miliar orang atau 16,3 persen dari total jumlah penduduk dunia.
Adapun peringat pertama adalah pemeluk Kristen berjumlah 2.2 miliar atau 32 persen, peringkat kedua umat Islam sekitar 1,6 miliar atau 23 persen. Selain itu, Buddha (7,1 persen), kepercayaan tradisional (5,9 persen), Yahudi 0,2 persen dan 0,8 persen agama lainnya. (Majalah Detik, 20 Desember 2012).
Buku Alquran Bukan Kitab teror Membangun Perdamaian Berbasis Alquran karya Imam Taufiq ini mengungkapkan bahwa perbedaan keyakinan tidak dibenarkan untuk bertindak intolerasi, karena tiap agama pada hakikatnya bermuara pada din al-fithrah. Semisal dalam QS Al-Sajdah [32]: 9, QS Al-Hijr [15]: 29 dan QS Shad [38]: 72 (QS. Al-Jumu’ah [62]:6, (QS Al-Nisa [4]:49, QS Al-Ma’idah [5]: 18, QS Al-Baqarah [2]: 94, 111,135, dan QS. Ali Imron [3]: 24 (halaman 202-203).
Perintah untuk selalu berdamai tidak hanya terdapat dalam ayat-ayat Alquran tetapi dicontohkan langsung dalam kehidupan Rasulullah Saw., seperti perjanjian damai Nabi Saw., dengan kafir Quraisy, Piagam Madinah, dan perjanjian Hudaibiyah (halaman 110). Perdamaian juga diterapkan dalam kekuasaan beliau, sehingga melahirkan keadilan dan kemakmuran bagi umat manusia.
Dalam Alquran terdapat cara menghindari konflik antarumat beragama yakni bersikap sabar, seperti saat beribadah (QS Maryam [31]:19), saat menghadapi ejekan dan fitnah (QS Tha’Ha [20]; 30), saat menghadapi musibah (QS Luqman [31]: 17), saat menunggu ketepatan Tuhan (QS Al-Thur [52]: 48), saat menunggu janji Allah Swt., (QS Al-Rum [30]:60), saat memperoleh kebutuhan (QS Al-Baqarah [2]: 153). Tapi, pada saat yang sama mengingatkan semua untuk mendahulukan perdamaian dan persahabatan ketimbang berselisih dan bertikai, (halaman 85).
Pada periode Mekah (610-622 M) Nabi Saw., tidak mengedapankan praktik kekerasan dan kekuatan fisik, tapi sebaliknya beliau mengampayekan antikekerasan dengan berporos pada kesabaran. Selama 20 tahun Nabi Saw., membuka pintu maaf bagi orang-orang terdahulu yang pernah menyakitinya. Bahkan beliau menghapus beban sengketa menuju simpul perdamaian dengan landasan nilai bahwa manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan, (halaman 183).
Taufiq menunjukan bahwa Alquran mengusung spirit toleransi, rekonsiliasi, koeksistensi dialog empatik, saling membantu dan saling mengasihi. Bahkan ayat-ayat Alquran mengajak umat Islam untuk membangun kebaikan di muka bumi dan mengajarkan cara berhubungan antarumat beragama yang santun.

Alquran Menyikapi Perbedaan
Perbedaan adalah hal yang manusiawi. Namun perbedaan tidak patut disikapi dengan kekerasan, karena cara itu bisa mengakibatkan perpecahan umat. Pada tingkat tertentu, perbedaan pendapat malah merupakan keindahan yang ada dimuka bumi.
 Menurut Jalaluddin Rakhmat dalam buku Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan, (2006), mengutip dari Sayid Fadhlullah, bahwa QS Al-Baqarah ayat 62, QS Al-Maidah ayat 69, dan QS Al-Hajj ayat 17: “menegaskan keselamatan pada hari akhirat akan dicapai oleh semua kelompok agama ini yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan dengan akidah dan kehidupan, dengan satu syarat memenuhi kaidah iman kepada Allah, hari akhir, dan amal saleh”.
Terkadang masih ditemukan umat Islam yang masih kurang menghargai perbedaan keyakinan, padahal Alquran mengajarkan kebebasan, seperti dalam QS Al-Kafirun [109]: 1-6, QS Yunus [10]: 40-41. Ayat 29 dari surah al-Kahf [18] menjelaskan dua hal, yaitu: pertama, prinsip kebebasan manusia untuk memilih beriman atau tidak beriman adalah merupakan kehormatan yang diberikan Allah bagi setiap manusia (Allah tidak memaksa). Namun, kebebasan memilih beriman atau tidak beriman membawa konsekuensi yang ditanggungnya sendiri. kedua, ketidak mampuan mengendalikan diri dalam perbedaan pendapat, akan berakibat perselisihan dan perpecahan yang berkepanjangan. Karena itu, perlu dibangun Interaksi beda agama atas dasar komunikasi damai seperti tersirat QS Al-Mumtahanah [60]: 8, yang diungkap dalam buku ini (halaman 200).
Ayat-ayat ini menegaskan umat Islam harus menjaga harga diri dan menghormati perbedaan, demi untuk menciptakan hubungan yang harmonis antarumat beragama, karena perbedaan bagaimanapun tidak dapat dihindarkan.
 Merujuk catatan As-Sirat An-Nabawiyyah Nabi Muhammad Saw., sangat menghargai perbedaan. Contohnya kunjungan 60 orang tokoh Nasrani Najran berpakaian jubah dan sorban langsung menuju masjid. Ketika Nabi Saw., sedang melaksanakan Salat Asar berjamaah. Ketika hari kebaktian tiba, Nabi Saw., mempersilakan rombongan tersebut untuk menjalankan kebaktian di dalam masjid, (halaman 197).
Pakaian yang digunakan rombangan seperti sorban dan jubah merupakan penghormatan kepada Nabi Saw., dan komunitas muslim. Dalam relasi dengan umat beragama lain, Rasulullah Saw., menegaskan bahwa dirinya merupakan penyempurna dan penutup para nabi sebelumnya. Tak heran, jika Alquran kerapkali menyinggung interaksi sosial yang harmonis antarumat beragama dalam rangka membangun perdamaian (halaman 199).
Zuhari Misrawi dalam bukunya buku Alquran Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil-‘Alamin (2010) menunjukan 18 ayat Alquran yang mempererat kerukunan umat beragama, khususnya umat Islam. Didalamnya diungkap bahwa Alquran tidak hanya sebagai cahaya (Nur) tapi sebagai petunjuk (hudan) yang mampu memberikan solusi.
Zuhari menunjukan bahwa toleransi sangat dijunjung tinggi dalam diskursus ajaran agama yang dipeluk oleh semua umat manusia di dunia. Karena,  secara sosiologis, tiap agama mempunyai permasalahan yang sama dan agama harus memberikan toleransi sebagai solusinya.
Jika terdapat persilihan, buku ini menawarkan empat model kontruksi perdamaian. Pertama, penciptaan damai dengan politik (diplomasi). Kedua, pembangunan hubungan damai. Ketiga, damai sebagai transformasi konflik. Keempat, model komplementer (halaman 40-7).

Ayat-ayat Perdamaian
Buku karya Taufik, membeberkan ayat-ayat perdamaian yang harus diaktualisasikan sebagai perintah moral. Contohnya QS Al-Baqarah [2]: 208, QS Al-Nisa [4]: 94, QS. Al-Anfal [8]: 61 dan QS Al-Nisa [4]: 90), dan sebagainya, (halaman 9). Alquran mengajarkan perdamaian, namun pengikutnya seringkali kurang bisa memahami kandungan isi Alquran sehingga tak ayal kekerasan berulang kali muncul dipermukaan sosial.
Bagi Taufik, Alquran memberikan beberapa gambaran perdamaian yakni: Pertama, perdamaian abadi yang merupakan perdamaian kekal di surga. Dengan istilah daras-salam, disurga nanti dipenuhi rasa damai, seperti dalam ungkapan kepada ahli surga “salamun ‘alaikum bima shabartum”, salamun qaulum min rabb ar-rahim”, atau “salaman-salaman”. Kedua, perdamaian fluktuatif, yakni perwujudan sinergi antara karakter perdamaian dan strategi perdamaian. Alquran mengunakan istilah as-silm kaffah (QS. Al- Baqarah [2]: 208) untuk mendorong orang beriman menjalankan perdamaian secara kaffah untuk menemukan kedamaian di dunia yang ia dambakan, (halaman. 113).
Damai dalam Alquran dipresentasikan dalam kata Salam. Kata Salam dalam Alquran disebut sebanyak 157 kali dalam bentuk kata benda (ism) sebanyak 79 kali, kata sifat (na’at) sebanyak 50 kali, dan kata kerja (fi’il) sebanyak 28 kali. Namun sebagian ulama berbeda pendapat dalam penghitungan kata salam yakni, kata benda (ism) sebanyak 129 kali, dan kata kerja (fi’il) sebanyak 28 kali. Kata-kata tersebut umumnya menunjukan makna damai, (halaman 5).
Menurut Shahrour (2009) perdamaian bukan semata mengucapkan as-salam ‘alaikum seperti yang dipahami banyak pembaca alquran. Lebih dari itu, perdamaian merupakan aktualisasi dari perintah moral dalam Alquran, sebagaimana tersirat dalam ayat QS. Al-Baqarah (2):208, QS Al-Nisa (4):94, QS Al-Anfal (8):61 dan QS Al-Nisa (4):90. Ayat-ayat ini menelaskan untuk menjelaskan perdamaian dan menghindari perang dengan penerapan kebijakan perdamaian (halaman 8).
Salam berarti suatu janji kedamaian dan keamanan dari orang yang mengucapkan kepada orang yang diberi salam. Menurut Rasyid Ridha, orang yang mengucapkan salam berarti ia telah menjamin rasa aman orang tersebut dan apabila kemudian ia menyakitinya sesungguhnya ia telah berkhianat dan mengingkari janjinya (halaman. 206).
Ibnu Qayyim Al-Jauzi menegaskan larangan menjawab dan mengucapkan salam terhadap nonmuslim ini. Ini terjadi dalam konteks khusus yakni kelompok Yahudi mengucapkan as-salam ‘alaikum dan dalam hadis yang lain nabi Saw., pergi kelompok Yahudi yang tidak bersahabat dengan umat Islam namun Nabi Saw., tidak mengucapkan salam karena mereka sering mengkhianatinya, (halaman  208).

Alquran Membawa Kedamaian, Bukan Teror
Merujuk pendapat Ashgar (2007) perdagangan dalam Islam dibangun atas transparansi, keadilan, kebajikan dan kesejahteraan sosial. Konsep ini melarang penimbunan dan pemusatan kekayaan seperti dalam QS Al-Humazah [60]: 8, (halaman 238).
Alquran sebagai manifestasi kalam Tuhan merupakan kitab petunjuk Moral yang komprehensif dan sempurna, datang dari Alam Ghaib untuk kebaikan manusia dan alam semesta (QS. al-Baqarah [2] : 2, 97 dan 185). Fitrah (suci) dan Hanif (lurus dan benar) merupakan dasar konstitusi kepribadian manusia. Setiap muslim diperintahkan untuk senantiasa berlaku adil dalam segala hal dan tidak dipengaruhi oleh rasa benci yang muncul terhadap pihak-pihak yang melakukan transaksi dengannya, (halaman 240).
Dalam alquran terdapat ayat-ayat yang menyeru pentingnya adil dan keadilan antara lain "haruslah berlaku adil" (QS An-Nisa [4]: ​​135, Al-Maidah [5]: 8, QS Al-An'am [6]: 152, QS An -Nahl [16]: 90); "wajib berlaku adil dalam perniagaan" (QS al-Isra [17]: 35); "adil terhadap lawan" (QS An-Nisa [4]: ​​105, QS Al-Maidah [5]: 8) dan "pernyataan Allah tentang keadilan-Nya" (QS Ali Imran [3]: 18).
Menurut Khallaf (2005), memperinci hukum mu’amalat ke dalam 7 (tujuh) macam yaitu: Pertama, dalam Alquran terdapat sekiatar 70 ayat yang membahas hukum keluarga (ahkam al-ahwal al-syahsiah). Kedua, sekitar 70 ayat Alquran yang membahas hukum mu’amalat/perdata (al-hakam al-madaniah). Ketiga, dalam Alquran terdapat sekitar 30 ayat yang membahas hukum pidana (al-ahkam al-jinayat). Keempat, sekitar 13 ayat  membahas mengenai hukum acara (al-ahkam al-mufara’at)., yaitu hukum-hukum yang mengatur masalah pengadilan, tata cara pengadilan, kesaksian dan sumpah.
Kemudian, sekitar 10 ayat yang menjelaskan hukum ketatanegaraan (al-hakam al-dusturiah). Lalu, ada sekitar 25 ayat yang menerangkan tentang hukum Internasional (Al-ahkam al-dauliah). Terakhir, terdapat sekitar 10 ayat hukum ekonomi dan keuangan (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah).
Dalam buku ini juga menyinggung mengenai penting ma’ruf dalam bina damai. Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain, dengan arti kata kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut namun juga dirasakan oleh orang lain dengan adanya pihak lain yang terlibat dalam perbuatan tersebut. Ma’ruf tidak hanya bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga merupakan sebuah sifat yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair” lebih difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang mengerjakan perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair” memiliki makna yang lebih luas dari “ma’ruf”. Dalam Alquran kata ma’ruf terulang sebanyak 39 kali yaitu dalam QS Ali Imran (3), ayat 104, 110 dan 114., QS al-Araf (7), 157, QS Al-Taubah (3): 67,71 dan 112, QS Yusuf (12): 58, QS Al-Nahl (16):83, QS AL-Hajj (22):41, 72, QS Al-Muminun (23): 69 dan QS Luqman (31) : 17, (halaman 120). Sedangkan kata Ihsan sebanyak 186 kali, dan khair sebanyak 188 kali.
Di sisi lain buku ini juga mengurai hubungan antara manusia dan Tuhannya. Ketika hamba berbuat dosa, tobatnya diterima dan dimaafkan secara langsung oleh Tuhan dan mempromosikan ishlah perbaikan atas kerusakan yang diakibatkan oleh umat manusia terhadap ketentuan yang berlaku. Semisal, jika ada dua golongan yang bertikai, secepat mungkin dilakukan ishlah sehingga akan menemukan kesepakatan mengakhiri konflik (halaman 101).
Buku ini mengunakan analisis isi (conten Analysis) mengunakan pendekatan tafsir tematik.  Buku ini menelisik konsepsi Alquran tentang perdamaian, khususnya makna dan strategi menciptkan perdamaian yang direflesikan dari ayat-ayat Alquran. Kemudian mengelompokan ayat-ayat Alquran. Lalu menyusunnya secara logis berdasarkan hubungan logis antara ayat yang satu dengan ayat yang lain itu saling menerangkan, (halaman 20).
Taufik menegaskan dalam buku ini bahwa pandangan Alquran dalam memandang perdamain semestinya diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Ada beberapa hal penegasannya antara lain: Pertama, Alquran adalah salah satu kitab suci yang mendorong kebebabasan setiap orang untuk untuk memilih agama tertentu. Artinya dukungan umat Islam dalam menciptakan perdamaian di Indonesia merupakan ekspresi dari ajaran Alquran dan menjadikan dalil-dalil Alquran sebagai pedoman. Kedua, dalam upaya membangun perdamaian personal, interpersonal, dan intrapersonal, dibutuhkan kehadiran tafsir Alquran yang lebih menghargai kepentingan pihak lain. Ketiga, setiap orang perlu menghapus stigmatisasi dan generalisasi menyesatkan bahwa Islam adalah agama kekerasan dan teroris, (halaman 258). 
Buku karya dosen UIN Walisongo Semarang ini kurang menonjolkan pendapat non muslim, semisal pendapat Richard Bonney dalam bukunya  Jihad for Qurani to bin Laden (2004). Bagi Bonney Islam  mengajarkan toleransi, kelembutan, perdamaian, kebebasan beragama, cinta kasih, dan nilai-nilai demokratis. Bahkan menyatakan Alquran bukan kitab teror. Hal senada juga dikatakan Paus Fransiscus ketika tahun 2014, berkunjung ke Turki. Ia sempat mengatakan Islam adalah agama damai dan Alquran merupakan kitab perdamaian.
Dengan penjelasan yang lugas dan jelas, Taufiq telah membedah konsep perdamaian dalam Alquran dengan mengelaborasi penafsiran Alquran klasik dan kontemporer. Buku ini layak dibaca bagi kalangan akademisi, pegiat kerukunan, dan tokoh agama agar membuka wawasan baru tentang hakikat perdamaian seutuhnya.


Diresensi Fathurozi Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang



Identitas Buku:
Judul               : Al-Quran Bukan Kitab teror Membangun Perdamaian
Berbasis Al-Quran
Penulis             : Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag.
ISBN               : 978-602-7888-99-9
Tebal               : xxiv+284 hlm
Cetakan           : kedua , Maret 2016
Penerbit           : Bentang Pustaka Yogyakarta

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi