Oleh Fathurozi
Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Meski
sebagian besar penganut Islam tetapi bukanlah negara Islam. Namun, kekerasan
atas nama agama kerap kali terjadi, semisal Bom Bali 1, Bom Bali 2, Bom
Kedutaan Australia di Jakarta, Bom Marriot 1, Bom Marriot 2, dan yang paling
baru bom bunuh diri di Kawasan Sarinah Jakarta. Pelaku ingin menerapkan hukum
Islam berdasarkan Alquran yang selama ini digelorakan dengan cara kekerasan, padahal
kitab suci umat Islam tidak mengajarkan kekekarasan.

Jika agama terus-menerus dijadikan alat kebenaran oleh
kelompok tertentu, mungkin saja umat akan meninggalkan agama karena merasa
Islam tak memberikan kedamaian. Data yang dilansir oleh Lembaga penelitian Pew
mengenai “Peta Agama Dunia”. Cukup mencengangkan
dan perlu dikhawatirkan, dimana kelompok yang tidak berkeyakinan, termasuk
Ateis dan agnostik menduduki peringat ketiga dengan jumlah 1,1 miliar orang
atau 16,3 persen dari total jumlah penduduk dunia.
Adapun peringat pertama adalah pemeluk Kristen berjumlah 2.2
miliar atau 32 persen, peringkat kedua umat Islam sekitar 1,6 miliar atau 23
persen. Selain itu, Buddha (7,1 persen), kepercayaan tradisional (5,9 persen), Yahudi
0,2 persen dan 0,8 persen agama lainnya. (Majalah Detik, 20 Desember 2012).
Buku Alquran Bukan
Kitab teror Membangun Perdamaian Berbasis Alquran karya Imam Taufiq ini mengungkapkan
bahwa perbedaan keyakinan tidak dibenarkan untuk bertindak intolerasi, karena
tiap agama pada hakikatnya bermuara pada din
al-fithrah. Semisal dalam QS Al-Sajdah [32]: 9, QS Al-Hijr [15]: 29 dan QS
Shad [38]: 72 (QS. Al-Jumu’ah [62]:6, (QS Al-Nisa [4]:49, QS Al-Ma’idah [5]:
18, QS Al-Baqarah [2]: 94, 111,135, dan QS. Ali Imron [3]: 24 (halaman
202-203).
Perintah untuk selalu berdamai tidak hanya terdapat dalam
ayat-ayat Alquran tetapi dicontohkan langsung dalam kehidupan Rasulullah Saw., seperti
perjanjian damai Nabi Saw., dengan kafir Quraisy, Piagam Madinah, dan perjanjian
Hudaibiyah (halaman 110). Perdamaian juga diterapkan dalam kekuasaan beliau, sehingga
melahirkan keadilan dan kemakmuran bagi umat manusia.
Dalam Alquran terdapat cara menghindari konflik antarumat
beragama yakni bersikap sabar, seperti saat beribadah (QS Maryam [31]:19), saat
menghadapi ejekan dan fitnah (QS Tha’Ha [20]; 30), saat menghadapi musibah (QS
Luqman [31]: 17), saat menunggu ketepatan Tuhan (QS Al-Thur [52]: 48), saat menunggu
janji Allah Swt., (QS Al-Rum [30]:60), saat memperoleh kebutuhan (QS Al-Baqarah
[2]: 153). Tapi, pada saat yang sama mengingatkan semua untuk mendahulukan
perdamaian dan persahabatan ketimbang berselisih dan bertikai, (halaman 85).
Pada periode Mekah (610-622 M) Nabi Saw., tidak mengedapankan
praktik kekerasan dan kekuatan fisik, tapi sebaliknya beliau mengampayekan
antikekerasan dengan berporos pada kesabaran. Selama 20 tahun Nabi Saw., membuka
pintu maaf bagi orang-orang terdahulu yang pernah menyakitinya. Bahkan beliau
menghapus beban sengketa menuju simpul perdamaian dengan landasan nilai bahwa manusia
sebagai makhluk sosial saling membutuhkan, (halaman 183).
Taufiq menunjukan bahwa Alquran mengusung spirit toleransi,
rekonsiliasi, koeksistensi dialog empatik, saling membantu dan saling
mengasihi. Bahkan ayat-ayat Alquran mengajak umat Islam untuk membangun
kebaikan di muka bumi dan mengajarkan cara berhubungan antarumat beragama yang
santun.
Alquran Menyikapi Perbedaan
Perbedaan adalah hal yang manusiawi. Namun perbedaan tidak
patut disikapi dengan kekerasan, karena cara itu bisa mengakibatkan perpecahan
umat. Pada tingkat tertentu, perbedaan pendapat malah merupakan keindahan yang
ada dimuka bumi.
Menurut Jalaluddin
Rakhmat dalam buku Islam dan Pluralisme:
Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan, (2006), mengutip dari Sayid Fadhlullah,
bahwa QS Al-Baqarah ayat 62, QS Al-Maidah ayat 69, dan QS Al-Hajj ayat 17:
“menegaskan keselamatan pada hari akhirat akan dicapai oleh semua kelompok
agama ini yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pandangan agamanya berkenaan
dengan akidah dan kehidupan, dengan satu syarat memenuhi kaidah iman kepada
Allah, hari akhir, dan amal saleh”.
Terkadang masih ditemukan umat Islam yang masih kurang
menghargai perbedaan keyakinan, padahal Alquran mengajarkan kebebasan, seperti
dalam QS Al-Kafirun [109]: 1-6, QS Yunus [10]: 40-41. Ayat 29 dari surah al-Kahf [18] menjelaskan
dua hal, yaitu: pertama, prinsip
kebebasan manusia untuk memilih beriman atau tidak beriman adalah merupakan
kehormatan yang diberikan Allah bagi setiap manusia (Allah tidak memaksa). Namun,
kebebasan memilih beriman atau tidak beriman membawa konsekuensi yang
ditanggungnya sendiri. kedua, ketidak
mampuan mengendalikan diri dalam perbedaan pendapat, akan berakibat
perselisihan dan perpecahan yang berkepanjangan. Karena itu, perlu dibangun
Interaksi beda agama atas dasar komunikasi damai seperti tersirat QS
Al-Mumtahanah [60]: 8, yang diungkap dalam buku ini (halaman 200).
Ayat-ayat ini menegaskan umat Islam harus menjaga harga diri
dan menghormati perbedaan, demi untuk menciptakan hubungan yang harmonis
antarumat beragama, karena perbedaan bagaimanapun tidak dapat dihindarkan.
Merujuk catatan As-Sirat An-Nabawiyyah Nabi Muhammad
Saw., sangat menghargai perbedaan. Contohnya kunjungan 60 orang tokoh Nasrani
Najran berpakaian jubah dan sorban langsung menuju masjid. Ketika Nabi Saw.,
sedang melaksanakan Salat Asar berjamaah. Ketika hari kebaktian tiba, Nabi
Saw., mempersilakan rombongan tersebut untuk menjalankan kebaktian di dalam
masjid, (halaman 197).
Pakaian yang digunakan rombangan seperti sorban dan jubah
merupakan penghormatan kepada Nabi Saw., dan komunitas muslim. Dalam relasi
dengan umat beragama lain, Rasulullah Saw., menegaskan bahwa dirinya merupakan
penyempurna dan penutup para nabi sebelumnya. Tak heran, jika Alquran kerapkali
menyinggung interaksi sosial yang harmonis antarumat beragama dalam rangka
membangun perdamaian (halaman 199).
Zuhari Misrawi dalam bukunya buku Alquran Kitab Toleransi; Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil-‘Alamin
(2010) menunjukan 18 ayat Alquran yang mempererat kerukunan umat beragama,
khususnya umat Islam. Didalamnya diungkap bahwa Alquran tidak hanya sebagai
cahaya (Nur) tapi sebagai petunjuk (hudan)
yang mampu memberikan solusi.
Zuhari menunjukan bahwa toleransi sangat dijunjung tinggi
dalam diskursus ajaran agama yang dipeluk oleh semua umat manusia di dunia.
Karena, secara sosiologis, tiap agama
mempunyai permasalahan yang sama dan agama harus memberikan toleransi sebagai
solusinya.
Jika terdapat persilihan, buku ini menawarkan empat
model kontruksi perdamaian. Pertama,
penciptaan damai dengan politik (diplomasi). Kedua, pembangunan hubungan damai. Ketiga, damai sebagai transformasi konflik. Keempat, model komplementer (halaman 40-7).
Ayat-ayat Perdamaian
Buku
karya Taufik, membeberkan ayat-ayat perdamaian yang harus diaktualisasikan
sebagai perintah moral. Contohnya QS Al-Baqarah [2]: 208, QS Al-Nisa [4]: 94,
QS. Al-Anfal [8]: 61 dan QS Al-Nisa [4]: 90), dan sebagainya, (halaman 9). Alquran
mengajarkan perdamaian, namun pengikutnya seringkali kurang bisa memahami
kandungan isi Alquran sehingga tak ayal kekerasan berulang kali muncul
dipermukaan sosial.
Bagi Taufik, Alquran memberikan beberapa gambaran perdamaian yakni:
Pertama, perdamaian abadi yang
merupakan perdamaian kekal di surga. Dengan istilah daras-salam, disurga nanti dipenuhi rasa damai, seperti dalam
ungkapan kepada ahli surga “salamun ‘alaikum
bima shabartum”, salamun qaulum min rabb ar-rahim”, atau “salaman-salaman”.
Kedua, perdamaian fluktuatif, yakni
perwujudan sinergi antara karakter perdamaian dan strategi perdamaian. Alquran
mengunakan istilah as-silm kaffah
(QS. Al- Baqarah [2]: 208) untuk mendorong orang beriman menjalankan perdamaian
secara kaffah untuk menemukan
kedamaian di dunia yang ia dambakan, (halaman. 113).
Damai dalam Alquran dipresentasikan dalam kata Salam. Kata Salam dalam Alquran disebut sebanyak 157 kali dalam bentuk kata
benda (ism) sebanyak 79 kali, kata
sifat (na’at) sebanyak 50 kali, dan kata
kerja (fi’il) sebanyak 28 kali. Namun
sebagian ulama berbeda pendapat dalam penghitungan kata salam yakni, kata benda (ism)
sebanyak 129 kali, dan kata kerja (fi’il)
sebanyak 28 kali. Kata-kata tersebut umumnya menunjukan makna damai, (halaman
5).
Menurut Shahrour (2009) perdamaian bukan semata mengucapkan as-salam ‘alaikum seperti yang dipahami
banyak pembaca alquran. Lebih dari itu, perdamaian merupakan aktualisasi dari
perintah moral dalam Alquran, sebagaimana tersirat dalam ayat QS. Al-Baqarah
(2):208, QS Al-Nisa (4):94, QS Al-Anfal (8):61 dan QS Al-Nisa (4):90. Ayat-ayat
ini menelaskan untuk menjelaskan perdamaian dan menghindari perang dengan
penerapan kebijakan perdamaian (halaman 8).
Salam berarti suatu janji kedamaian dan keamanan dari orang
yang mengucapkan kepada orang yang diberi salam. Menurut Rasyid Ridha, orang
yang mengucapkan salam berarti ia telah menjamin rasa aman orang tersebut dan
apabila kemudian ia menyakitinya sesungguhnya ia telah berkhianat dan
mengingkari janjinya (halaman. 206).
Ibnu Qayyim Al-Jauzi menegaskan larangan menjawab dan
mengucapkan salam terhadap nonmuslim ini. Ini terjadi dalam konteks khusus
yakni kelompok Yahudi mengucapkan as-salam
‘alaikum dan dalam hadis yang lain nabi Saw., pergi kelompok Yahudi yang
tidak bersahabat dengan umat Islam namun Nabi Saw., tidak mengucapkan salam
karena mereka sering mengkhianatinya, (halaman
208).
Alquran Membawa Kedamaian,
Bukan Teror
Merujuk
pendapat Ashgar (2007) perdagangan dalam Islam dibangun atas transparansi,
keadilan, kebajikan dan kesejahteraan sosial. Konsep ini melarang penimbunan
dan pemusatan kekayaan seperti dalam QS Al-Humazah [60]: 8, (halaman 238).
Alquran
sebagai manifestasi kalam Tuhan merupakan kitab petunjuk Moral yang
komprehensif dan sempurna, datang dari Alam Ghaib untuk kebaikan manusia dan
alam semesta (QS. al-Baqarah [2] : 2, 97 dan 185). Fitrah (suci) dan Hanif
(lurus dan benar) merupakan dasar konstitusi kepribadian manusia. Setiap muslim
diperintahkan untuk senantiasa berlaku adil dalam segala hal dan tidak
dipengaruhi oleh rasa benci yang muncul terhadap pihak-pihak yang melakukan
transaksi dengannya, (halaman 240).
Dalam
alquran terdapat ayat-ayat yang menyeru pentingnya adil dan keadilan antara
lain "haruslah berlaku adil" (QS An-Nisa [4]: 135, Al-Maidah [5]:
8, QS Al-An'am [6]: 152, QS An -Nahl [16]: 90); "wajib berlaku adil dalam
perniagaan" (QS al-Isra [17]: 35); "adil terhadap lawan" (QS An-Nisa
[4]: 105, QS Al-Maidah [5]: 8) dan "pernyataan Allah tentang
keadilan-Nya" (QS Ali Imran [3]: 18).
Menurut Khallaf (2005), memperinci hukum mu’amalat ke dalam 7 (tujuh) macam
yaitu: Pertama, dalam Alquran
terdapat sekiatar 70 ayat yang membahas hukum keluarga (ahkam al-ahwal al-syahsiah). Kedua,
sekitar 70 ayat Alquran yang membahas hukum mu’amalat/perdata (al-hakam al-madaniah). Ketiga, dalam Alquran terdapat sekitar
30 ayat yang membahas hukum pidana (al-ahkam
al-jinayat). Keempat, sekitar 13
ayat membahas mengenai hukum acara (al-ahkam al-mufara’at)., yaitu hukum-hukum
yang mengatur masalah pengadilan, tata cara pengadilan, kesaksian dan sumpah.
Kemudian, sekitar 10
ayat yang menjelaskan hukum ketatanegaraan (al-hakam
al-dusturiah). Lalu, ada sekitar 25 ayat yang menerangkan tentang hukum
Internasional (Al-ahkam al-dauliah). Terakhir,
terdapat sekitar 10 ayat hukum ekonomi dan keuangan (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah).
Dalam buku ini juga menyinggung mengenai penting ma’ruf dalam
bina damai. Kata “ma’ruf” lebih difokuskan pada berbuat baik untuk orang lain, dengan arti kata
kebaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tersebut namun juga
dirasakan oleh orang lain dengan adanya pihak lain yang terlibat dalam
perbuatan tersebut. Ma’ruf tidak hanya
bentuk perbuatan, namun ma’ruf juga merupakan sebuah sifat
yang melekat pada sebuah perbuatan atau benda.
Kata “khair”
lebih difokuskan pada kebaikan yang hanya dirasakan oleh pribadi orang yang
mengerjakan perbuatan baik tersebut. Ada yang mengatakan bahwa “khair”
memiliki makna yang lebih luas dari “ma’ruf”. Dalam Alquran kata ma’ruf
terulang sebanyak 39 kali yaitu dalam QS Ali Imran (3), ayat 104, 110 dan 114.,
QS al-Araf (7), 157, QS Al-Taubah (3): 67,71 dan 112, QS Yusuf (12): 58, QS
Al-Nahl (16):83, QS AL-Hajj (22):41, 72, QS Al-Muminun (23): 69 dan QS Luqman
(31) : 17, (halaman 120). Sedangkan kata Ihsan sebanyak 186 kali, dan khair sebanyak 188 kali.
Di sisi lain buku ini juga mengurai hubungan antara manusia
dan Tuhannya. Ketika hamba berbuat dosa, tobatnya diterima dan dimaafkan secara
langsung oleh Tuhan dan mempromosikan ishlah
perbaikan atas kerusakan yang diakibatkan oleh umat manusia terhadap ketentuan
yang berlaku. Semisal, jika ada dua golongan yang bertikai, secepat mungkin dilakukan
ishlah sehingga akan menemukan kesepakatan
mengakhiri konflik (halaman 101).
Buku ini mengunakan analisis isi (conten Analysis) mengunakan pendekatan tafsir tematik. Buku ini menelisik konsepsi Alquran tentang
perdamaian, khususnya makna dan strategi menciptkan perdamaian yang
direflesikan dari ayat-ayat Alquran. Kemudian mengelompokan ayat-ayat Alquran.
Lalu menyusunnya secara logis berdasarkan hubungan logis antara ayat yang satu
dengan ayat yang lain itu saling menerangkan, (halaman 20).
Taufik
menegaskan dalam buku ini bahwa pandangan Alquran dalam memandang perdamain
semestinya diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ada beberapa hal penegasannya antara lain: Pertama, Alquran adalah salah satu kitab suci yang mendorong
kebebabasan setiap orang untuk untuk memilih agama tertentu. Artinya dukungan
umat Islam dalam menciptakan perdamaian di Indonesia merupakan ekspresi dari
ajaran Alquran dan menjadikan dalil-dalil Alquran sebagai pedoman. Kedua, dalam upaya membangun perdamaian
personal, interpersonal, dan intrapersonal, dibutuhkan kehadiran tafsir Alquran
yang lebih menghargai kepentingan pihak lain. Ketiga, setiap orang perlu menghapus stigmatisasi dan generalisasi
menyesatkan bahwa Islam adalah agama kekerasan dan teroris, (halaman 258).
Buku karya dosen UIN Walisongo Semarang ini kurang menonjolkan
pendapat non muslim, semisal pendapat Richard Bonney dalam bukunya Jihad
for Qurani to bin Laden (2004). Bagi Bonney Islam mengajarkan toleransi, kelembutan,
perdamaian, kebebasan beragama, cinta kasih, dan nilai-nilai demokratis. Bahkan
menyatakan Alquran bukan kitab teror. Hal senada juga dikatakan Paus Fransiscus
ketika tahun 2014, berkunjung ke Turki. Ia sempat mengatakan Islam adalah agama
damai dan Alquran merupakan kitab perdamaian.
Dengan penjelasan yang lugas dan jelas, Taufiq telah membedah
konsep perdamaian dalam Alquran dengan mengelaborasi penafsiran Alquran klasik
dan kontemporer. Buku ini layak dibaca bagi kalangan akademisi, pegiat
kerukunan, dan tokoh agama agar membuka wawasan baru tentang hakikat perdamaian
seutuhnya.
Diresensi Fathurozi Staf
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang
Identitas Buku:
Judul : Al-Quran Bukan Kitab teror Membangun Perdamaian
Berbasis Al-Quran
Penulis : Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag.
ISBN : 978-602-7888-99-9
Tebal : xxiv+284 hlm
Cetakan : kedua , Maret 2016
Penerbit : Bentang Pustaka Yogyakarta
ISBN : 978-602-7888-99-9
Tebal : xxiv+284 hlm
Cetakan : kedua , Maret 2016
Penerbit : Bentang Pustaka Yogyakarta
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !