Puang Matoa Saidi, pemimpin komunitas bissu Segeri, Ia setia merawat tradisi lokal dan mempopulerkan naskah I Lagaligo milik orang Bugis Sulawesi Selatan. Berdasarkan naskah I Lagaligo, di wilayah adat Bugis terdapat 40 orang bissu, delapan. bissu calabai, selebihnya bissu perempuan.
Naskah ini tercatat dalam UNESCO sebagai Memory Of The World karena memiliki ukuran terpanjang di dunia, mengalahkan ukuran epos “Mahabarata dan Ramayana”. Pantas saja naskah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti nasional dan luar negeri untuk mengkajinya.
Novel Calabai Perempuan dalam Tubuh Lelaki, mengisahkan kehidupan Puang Matoa Saidi dari kecil hingga dewasa. Ia lahir kurang beruntung karena keaadaan ekonomi yang serba sulit. Di parah lagi, Ayahnya, Puang Baso, marah dan menolak anak lelakinya menjadi “perempuan.” Ayahnya bertekad demi agama harus menjadikan Saidi lelaki sejati.
Bahkan di sekolah Saidi di bully teman-temannya. Hatinya hancur, ketika Saidi menjalankan salat Jumat, sang khotib dalam khutbah menyampaikan materi yang inti isinya “Tuhan melaknat lelaki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai lelaki” (halaman 18).
Novel dengan tebal 385 halaman membeberkan kehidupan seorang calabai yang sebenarnya ingin hidup normal, tapi sudah menjadi takdir ilahi. Bahkan Saidi mempertanyakan nasib yang menimpanya pada sang pencipta. Apa salah saya, Tuhan?, Tuhan, apa yang salah pada diri saya?, Apakah saya lahir bukan kehendak Mu, Tuhan?, (halaman 32).
Kehidupan seperti neraka, terpaksa Saidi meninggalakan rumah, bermula dari mimpinya bertemu dengan orang bersorban putih, Kau harus menjemput takdir yang ditetapkan bagimu (halaman 35). Akhirnya Saidi diangkat anak oleh Daeng Maddenring dan pergi ke negeri Segeri, saat bertemu Puang Matao Saena pimpinan bissu negeri Segeri. Kepercayaan dirinya semakin bangkit, Saidi bertekad menjadi bissu yaitu para pemuka spiritual yang telah melampaui sifat laki-laki dan sifat perempuan di dalam dirinya. Untuk menjadi bissu Saidi melakukan ritual Irebba dengan syarat 40 hari di pengasingan (halaman 220).
Kehidupan bissu semakin sulit, tahun 1953-1965, gerakan DI/TII yang dipimpin Kahar Muzakkar secara seporadis menangkapi para bissu dan calabai. Calabai dipaksa menjadi laki-laki sejatai. Terpaksa para calabai meninggalkan halaman dan bersembunyi di hutan-hutan. Tak berhenti situ saja, tahun 1966 calabai mengalami kekerasaan serupa.
Novel ini hasil penelitian Pepi Al-Bayqunie, yang mengkaji kehidupan bissu. Dulu bissu sangat dihormati masyarakat Bugis, karena bissu dipercaya sebagai perantara penyambung komunikasi antara dewata dengan manusia. Tak heran, jika masyarakat setiap akan melaksanakan hajatan seperti perkawinan terlebih dulu berkonsultasi. Namun sekarang keberadaan bissu mulai terkikis.
Bukannya Baso tidak mau menerima kenyataan anaknya menjadi calabai, semua itu karena agama yang dianutnya melarang. Masyarakat tidak bisa menerima keberadaan calabai karena doktrin ajaran agama (halaman168). Dalam ajaran agama calabai dan Bissu menyerupai kaum Nabi Luth yang prilaku sexualitas menyimpang, (halaman 301). Bahkan doktrin agama mengatakan barang siapa yang bergaul dengan bissu dan calabai, ibadahnya tidak diterima selama 40 hari.
Dalam lamunannya, Baso teringat peristiwa pembubaran upacara sakral komunitas bissu. Ada salah satu bissu sedang bertapa berkomat-kamit membaca mantra di dalam rumah. Tak diduga salah satu anggota laskar melemparkan obor api ke atap rumah, bukannya lari, malah bissu kembali bertapa sambil menatap kearah Baso hingga tubuhnya ditelan api. Tatapan penuh amarah, kutukan terpancar diwajahnya. Tiba-tiba terdengar suara nyaring “Ingatlah! Aku akan Kembali padamu!” (halaman 30). Peristiwa itu yang menghantui benaknya ketika melihat Saidi.
Novel ini untuk mengenang Puang Matoa Saidi yang meninggal pada bulan Juni 2011. Meski novel sejarah yang mengangkat kisah calabai dari Suku Bugis, tak disertai daftar isi dan tiap plot cerita tak diberi judul. Namun novel ini mengingatkan pemabaca pada konflik kekerasan identitas yang dialami kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia yang belum mampu terurai.
Fathurozi Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang
Identitas Buku
Judul : Calabai Perempuan dalam Tubuh Lelaki
Penulis : Pepy Al-Bayqunie
Penerbit : Javanica, Tangerang Selatan
Cetakan : I, Oktober 2016
Tebal : 385 Halaman
ISBN : 978-602-6799-05-0
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !