Oleh Fathurozi
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiZkW58bxq2Ms5BzjdxovPIFt6hTI2gMBrovJNRb9j8XxEZYalF8ATPgOVtNxPjYM8qRRlk3nWqcPw1sLMa0DIgF-OvpdKsvKqHhf0vCoJKeKjdxz7cgRTAhRHlv_SG55bpDc1-4JgPHC8/s1600/Telisik+Mitos+Komunis.jpg)
Pelarangan film karya Joshua Oppenheimer memberikan keuntungan sendiri bagi para penegak HAM. Karena
film ini menjadi grand topik di media sosial dan kalangan akademisi. Tak ayal
organisasi mahasiswa pun ikut-ikutan merayakan pemutaran film itu. Bahkan film
tersebut diputar tingkat rukun tangga (RT). Film yang mengangkat cerita
keluarga korban pembunuhan yang di duga mengikuti paham komunis.
Film ini bercerita mengenai
keluarga Adi Rukun yang mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana kakaknya
dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Sebagai adik bungsu, Adi bertekad untuk
memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para
korban, dan kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan
kakaknya. Namun pelurusan ini, tak mudah mengembalikan
citra positif bagi mereka yang diduga komunis (PKI). Karena masyarakat sudah
terlanjur menjiwai cerita sejarah versi Orde Baru.
Memitoskan Komunis
Setiap
tahun masyarakat menyaksikan film pengkhianatan G 30 S/PKI. Film karya Arifin C
Noer diputar di stasiun TVRI, film ini
berhasil mempengaruhi masyarakat, terbukti setiap tanggal 30 September,
kelompok masyarakat mengadakan nonton bareng. Bahkan ada yang mengatakan
menonton film itu wajib hukumnya. Sayangnya masyarakat percaya begitu saja.
Kecagihan proganda yang
dilancarkan penguasa saat itu, membius rakyat sehinga rakyat bertindak kurang
empati pada keluarga komunis. Namun kita tak bisa menyalahkan, karena
ketidaktuhan mereka mengenai peristiwa tersebut. Paham komunis telah
dimitoskan, siapa saja yang berhubungan dengan paham ini akan menerima
akibatnya. Tak ayal sekarang paham ini dijadikan alat menjatuhkan lawan
politiknya seperti pilres kemarin.
Menurut Harsojo (1998),
mitos berfungsi mengkodifikasikan. Di sinilah orde baru memanfaatkan tragedi
pembantaian komunis sebagai kepercayaan yang harus ditaati setiap warga negara.
Ketaatannya dalam bentuk melakukan ritual tahunan menonton film pengkhianatan G
30 S/PKI.
Pengetahuan yang dangkal
tentang sejarah mengakibatkan masyarakat menerima mitos tersebut. Rakyat
memperoleh informasi hanya dari buku sejarah versi penguasa dan cerita dari
orang tua. Sehingga masyarakat menjunjung tinggi nilai mitos yang harus patuhi
dalam kehidupan bermasyarakat.
Mitos beringas komunis sudah
mendarah daging pada rakyat. Namun mitos ini harus dibongkar, untuk menemukan kebenaran
yang selama bertahun-tahun disembunyikan. Film senyap bisa dijadikan salah satu
alat untuk membongkarnya. Saatnya pemerintah Jokowi membuktikan janjinya. Mitos
adalah hanya mitos yang diciptakan untuk meraup keuntungan bagi pencetusnya.
Penulis adalah Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang
Dimuat koran Jateng Pos, Jumat 13 Maret 2015
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !