Telisik Mitos Komunis

Friday, 24 April 2015

Oleh Fathurozi
Pemutaran film senyap (The Look of Silence), bertujuan mengajak masyarakat untuk mengingat kembali tragedi pelanggaran HAM 1965. Pemutaran film ini dilakukan  di 457 titik dan 160 dari Sabang sampai merauke. Namun diberbagai tempat mendapatkan penolakan. Semisal di Warung Kelir, Malang, ISI dan UGM, dan sebagainya.
Pelarangan film karya Joshua Oppenheimer memberikan keuntungan sendiri bagi para penegak HAM. Karena film ini menjadi grand topik di media sosial dan kalangan akademisi. Tak ayal organisasi mahasiswa pun ikut-ikutan merayakan pemutaran film itu. Bahkan film tersebut diputar tingkat rukun tangga (RT). Film yang mengangkat cerita keluarga korban pembunuhan yang di duga mengikuti paham komunis.
Film ini bercerita mengenai keluarga Adi Rukun yang mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana kakaknya dibunuh dan siapa yang membunuhnya. Sebagai adik bungsu, Adi bertekad untuk memecah belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti kehidupan para korban, dan kemudian mendatangi mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan kakaknya. Namun pelurusan ini, tak mudah mengembalikan citra positif bagi mereka yang diduga komunis (PKI). Karena masyarakat sudah terlanjur menjiwai cerita sejarah versi Orde Baru.

Memitoskan Komunis
Setiap tahun masyarakat menyaksikan film pengkhianatan G 30 S/PKI. Film karya Arifin C Noer  diputar di stasiun TVRI, film ini berhasil mempengaruhi masyarakat, terbukti setiap tanggal 30 September, kelompok masyarakat mengadakan nonton bareng. Bahkan ada yang mengatakan menonton film itu wajib hukumnya. Sayangnya masyarakat percaya begitu saja.
Kecagihan proganda yang dilancarkan penguasa saat itu, membius rakyat sehinga rakyat bertindak kurang empati pada keluarga komunis. Namun kita tak bisa menyalahkan, karena ketidaktuhan mereka mengenai peristiwa tersebut. Paham komunis telah dimitoskan, siapa saja yang berhubungan dengan paham ini akan menerima akibatnya. Tak ayal sekarang paham ini dijadikan alat menjatuhkan lawan politiknya seperti pilres kemarin.
Menurut Harsojo (1998), mitos berfungsi mengkodifikasikan. Di sinilah orde baru memanfaatkan tragedi pembantaian komunis sebagai kepercayaan yang harus ditaati setiap warga negara. Ketaatannya dalam bentuk melakukan ritual tahunan menonton film pengkhianatan G 30 S/PKI.
Pengetahuan yang dangkal tentang sejarah mengakibatkan masyarakat menerima mitos tersebut. Rakyat memperoleh informasi hanya dari buku sejarah versi penguasa dan cerita dari orang tua. Sehingga masyarakat menjunjung tinggi nilai mitos yang harus patuhi dalam kehidupan bermasyarakat.
Mitos beringas komunis sudah mendarah daging pada rakyat. Namun mitos ini harus dibongkar, untuk menemukan kebenaran yang selama bertahun-tahun disembunyikan. Film senyap bisa dijadikan salah satu alat untuk membongkarnya. Saatnya pemerintah Jokowi membuktikan janjinya. Mitos adalah hanya mitos yang diciptakan untuk meraup keuntungan bagi pencetusnya. 
Penulis adalah Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Dimuat koran Jateng Pos, Jumat 13 Maret 2015

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi