Oleh Fathurozi
(Pemerhati buku, tinggal di Semarang)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbyhKqS8cEjaodKa9_F96fMLPXNA34wIhtHmNuq1p5hR_OdNdlJDdB3KW1nBjXZ621WoJsFbpZx76bZIKBAaazaX36nHt_KcdED-DfVBmX650-xXLVEPNsdMinkl_yK7zpsZqtj8oMix4/s200/nelayan.jpg)
Nabi Nuh, Nabi Khidhir dipercaya masyarakat nelayan Mandar, Pambusuang, Sulawesi Barat, sebagai penguasa seantero lautan dan makhluk ghaib menjadi anggotanya. Mereka diberi wewenang menjaga kedaultan laut.Ketika nakhoda hendak memulai dengan membacaan basmalah kemudian disambung dengan bacaan: “Nabi Nuh di uluang;/Nabi Ibrahim di tangnga;/dan seterusnya....”
Keyakinan itu diperoleh orang Mandar berdasarkan cerita-cerita turun-termurun. Juga dari orang lain yang pernah mengalami kejadian-kejadian aneh di laut. Cerita ini secara tidak langsung mempengaruhi psikologis dan membentuk kepercayaan. Pejaga laut dipercaya selalu membalas sesuai dengan perlakuan masyarakat.
Buku ini membeberkan kehidupan spiritual nelayan Mandar yang berbeda dari nelayan di wilayah lain. Untuk mendapatkan berkah nelayan melakukan tiga ritual perpaduan antara agama dan budaya. Pertama ritual konstruksi yang dilakukan saat pembuatan perahu hingga siap diturunkan ke laut. Lalu ada ritual yang dilakukan sebelum melaut. Terakhir, ritual distribusi berupa upacara syukuran hasil tangkapan dan syukuran awal bulan ramadan.
Kepercayaan nelayan Mandar terhadap adanya kekuatan gaib di laut tergambarkan lewat dua sikap. Mereka menjalin relasi dengan kekuatan agar menghasilkan rezeki. Selain itu, mereka menghindari pelanggaran terhadap pemali (pantangan) yang dapat menyebabkan malapetaka.
Masyarakat nelayan Mandar menjadi contoh menarik tentang bagaimana Islam dan budaya lokal berdialog, bergumul, beralkulturasi hingga melahirkan ritualitas dan religiusitas Islam yang khas. Agama Islam, tidak hanya dilaksanakan dalam kaitan dengan hal wajib, seperti ibadah puasa, shalat, dan haji, melainkan juga dalam keseluruhan proses ritual sosial. Islam tidak terpisah antara masjid dan ruang kebudayaan. Islam ada di masjid, rumah, dan perahu.
Inilah yang disebut sebagai Islam Aplikatif. Artinya keseluruhan praktik Islam lokal hingga saat ini diterima sebagai bentuk agama dan disamakan dalam pranata-pranata sosial yang telah mapan. Ada dua model Persentuhan Islam dan budaya lokal. Pertama, adanya dialog yang di dalamnya ritual dan religi dijadikan medan kontestasi. Kedua menempatkan tradisi islam seperti, mapatammaq koroang (khataman Al-Qur’an) dan akikah, sebagai arena pertemuan antara ritual dan agama.
Ihwal relasi agama dengan budaya nelayan Mandar terdapat tiga poin penting. Pertama, ritual nelayan Pambusuang-Mandar adalah ritual yang bersifat parsial dan kontekstual. Kedua, ada dua model interaksi Islam dengan tradisi lokal, yaitu interaksi yang menempatkan tradisi lokal sebagai medan pertemuan, dan interaksi yang menempatkan tradisi Islam sebagai medan pertemuan. Terakhir, ini dapat dipromosikan sebagai model pribumisasi Islam yang mengandaikan pertemuan yang harmonis dan saling memberi antara Islam dan lokalitas (hlm 224).
Menarik apa yang dikatakan Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang, dalam pengantarnya. Menurut dia, pengalaman empirik para nelayan Mandar seperti laut bukan hanya entitas profan yang bisa ditaklukkan dengan nalar rasional, melainkan juga memiliki sakralitas. Hal ini merupakan misteri yang muncul dan selalu muncul pada setiap orang yang masih memiliki harapan terbaiknya dari keadaan yang dihadapi.
Nelayan Mandar adalah potret masyarakat yang mampu menerima modernitas tanpa kehilangan tradisionalitasnya. Penerimaan secara terbuka dengan modernitas tidak lantas menegasikan epistemologi spiritual lokal. Masyarakat lokal tetap memandang alam sebagai subjek yang mistis juga sakral dan berpengaruh kepada kehidupan mereka. Mereka menaati norma-norma agama dan selalu mengutamakan agama dalam melaksanakan aktifitas melaut.
Identitas Buku:
Agama Nelayan, Pergumulan Islam dengan Budaya Lokal
Penulis : Dr. Arifuddin Ismail.
Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Tahun : Cetakan I, Juni 2012
Tebal : xvi+ 242 halaman
ISBN : 978-602-229-094-0
Dimuat Majalah Gatra edisi No. 38/XVIII 26 Juli - 1 Agustus 2012
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !