Rekening Gemuk, Runtukan Citra Polri

Monday, 13 February 2012

Oleh: Fathurozi

Seperti kado granat yang meledakkan bangunan rumah yang baru saja direnovasi, rekening bermasalah milik beberapa anggota perwira kepolisian akhir-akhir ini menjadikan institusi penegak keamanan masyarakat tersebut tercoreng untuk kesekian kalinya, setelah dipuja-puji berhasil menumpas terorisme di Aceh beberapa waktu silam.

Disebut kado karena semarak isu itu hampir berbarengan dengan pergantian jabatan Kapolri Bambang Hendarso Danuri dan ulang tahun Polri. Di tengah jerih payah Polri membangun pencitraan positif kepada masyarakat, pasca sengkeka cicak-buaya dan kriminalisasi KPK, rekening tidak wajar tersebut meluluhkan semuanya. Ketidakpercayaan muncul dari publik akibat pemberitaan miring rekening “gemuk” alias tidak wajar.

Diborong oleh seorang laki-laki berjas, bergaya parlente, Majalah Tempo yang mengangkat tema “Rekening Gendut Perwira Polisi”, hilang dari peredaran. Di saat yang sama, Tempo dilaporkan ke pengadilan oleh seorang oknum Polri dengan dakwaan telah menghina institusi kepolisian atas sampul terbitannya yang bak menyamakan Polri dengan binatang babi. Gambar itu dijadikan dalih mempraperadilkan Tempo.


Seperti adegan yang tidak nyambung. Yang diberitakan isu rekening, tapi yang jadi fokus “ribut-ribut” justru gambar sampul depannya. Tidak ada gugatan tentang isi dari Polri. Ini menunjukkan bahwa memang ada masalah dalam rekening itu. Jika Polri komitmen terhadap reformasi di kalangan internalnya, harusnya dia menerima berita kritis itu, dan Kapolri menginstruksikan kepada jajarannya untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.  

Mungkin karena banyak masalah dalam tubuh internalnya, setiap kali ada kritik ke Polri, tanggapannya selalu reaktif dan emosional. Kita masih ingat betapa gugupnya anggota polisi RI yang namanya diteriakkan lantang oleh Susno Duadji karena dianggap sebagai makelar kasus. Bukan memperkarakan teriakannya, justru mencari kejelakan Susno di masa lalu, seperti kasus korupsi bisnis Arwana yang cukup menyita publik beberapa waktu silam.

Teror Kekerasan
Dalam sistem kebebasan pers, menyajikan berita heboh adalah lumrah. Karena memang menarik minat baca publik. Apalagi menyajikan berita praktik penguasa yang dianggap merugikan kehidupan masyarakat. Tempo memanfaatkan demokratisasi informasi untuk menyampaikan berita yang seharusnya mendapatkan perhatian publik. Pers hanya menyajikan dengan tanggungjawab penuh. Jadi, kalau oknum Polri mempermasalahkan laporan rekening gendut itu, adalah hal sia-sia belaka. Tidak ada gunanya. Justru tindakan itu membuat rasa curiga masyarakat mengental.

Sekitar 20 rekening yang  dalam laporan Tempo dicurigai bermasalah, termasuk rekening Kapolwiltabes Semarang, Kombes Edward Syah Pernong dan Susno Duadji (Wawasan, 29/06/10). Bila diakumulasi, jumlah rekening itu mencapai 95 milyar. Atas berita itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) telah melaporkan kepada pihak pengadilan. Namun, bukan sambutan positif yang terjadi. Pihak-pihak yang dianggap terlibat dalam publikasi dan investigasi awal, justru diancam kekerasan fisik.

Kantor redaksi Tempo beberapa waktu lalu dilempari bom molotof oleh orang tak bertangungjawab. Begitu juga ICW, salah satu aktivisnya, Tama Satrya Langkun, pada 8 Juli 2010 lalu dianiaya oleh orang tak dikenal. Kejadian itu sempat membuat gerah komisi III DPR RI dengan “menuduh” ada keterlibatan anggota polisi dalam aksi ancaman dan kekerasan itu.
Kalau memang benar bahwa tindakan menteror itu bersumber dari oknum polisi, betapa naifnya penegak hukum kita. Citra polisi sebagai pengayom masyarakat justru faktanya jadi sebagai peneror publik, pers dan aktivis. Bagaimana rakyat tidak curiga bila tindakannya reaktif dan menyerupai perilaku preman seperti itu.

Investigasi
Kasus rekening tidak wajar itu harus dituntaskan dengan mekanisme yang berlaku. Jangan sampai berlarut-larut karena akan mereduksi fakta dan opini. Menangani kasus video Ariel saja Polri begitu sigap, tapi menerima kritik kerikil (kecil) dari media, seperti tutup muka.
Pernyataan Komjen Ito Sumardi, Ketua Tim Klarifikasi Rekening Perwira Polri, yang menegaskan secara langsung tiadanya sangkut-paut isi rekening pribadi perwira tersebut dengan kedinasan, adalah bentuk dari upaya mereduksi opini publik.

Supaya masyarakat percaya, Polri baiknya menyusun tim investigasi, bukan tim klarifikasi semata. Rekening “gendut”  tersebut tidak perlu diklarifikasi, karena nomor dan pemiliknya tidak ada yang fiktif. Polri sendiri nyatanya juga telah mendapatkan otentisitas nomor rekening berserta aktivitas transaksinya dari Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dari tahun 2005 hingga 2010.    

Pembuktian halal dan tidaknya uang di rekening itu tidak hanya membutuhkan klarifikasi, tetapi juga investigasi yang berkelanjutan dan mendalam. Bukan dengan emosi dan reaksi yang berujung kekerasan, namun dengan keterbukaan terhadap kritik dan santun sikap, seperti pesan Presiden SBY kepada semua anggota Polri.

Kalau tidak, wacana rekening “gemuk” perwira polisi akan tersimpan dalam memoar kita, dengan dalil logis bahwa polisi memang masih banyak masalah. Perlu dibersihkan. Tentu bila Polri tidak kebal hukum dan tidak bertangan besi. Citra polisi masih di titik nadir, meskipun berhasil menangkap dan menewaskan para teroris.      


0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi