Hikmah Arah Kiblat

Sunday 28 February 2021

Khotbah I

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى وَأَمَرَنَا أَنْ تقومَ الصلاة اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا ، أَمَّا بَعْدُ ، 
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

 

 Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah

Pertama, mari kita mengingatkan pribadi kita masing-masing untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah, utamanya dengan senantiasa berusaha menjalani segala perintah Allah an menjauhi larangannya. Salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaatnya di yaumul qiyamah.

Dalam suasana bulan rajab kali ini, khatib mengajak pribadi khatib juga para jamaah untuk mempelajari kembali sejarah dan hikmah penentuan arah kiblat dalam salat.

Jamaah Jumah rahimakumullah

Allah memerintahkan manusia menghadap-Nya setiap waktu agar keberadaan-Nya senantiasa mendapatkan porsi lebih dalam kesadaran manusia. Tidak hanya dengan hati atau pikiran, melainkan juga mengikutsertakan tubuh materinya. Ketika tubuh yang bercirikan materi membutuhkan satu arah khusus, maka di sanalah pentingnya kiblat sebagai arah menghadap.

Dalam sejarah, arah salat umat Islam pernah mengalami perpindahan. Ketika di Makkah, Nabi mengerjakan salat di selatan kakbah dengan menghadap Baitul Maqdis, sehingga ketika salat, Nabi menghadap dua kiblat sekaligus.

Pada masa Jahiliyah, orang Arab sangat menghormati Baitul Haram. Mereka menjadikannya simbol kebesaran kelompok mereka secara ekslusif, dan kental dengan peribadatan berpaham Jahiliyah. Islam datang dengan memurnikan tauhid berusaha menghalau pengaruh buruk akidah Jahiliyah bagi umat Islam agar tidak bercampur dengan akidah yang benar. Di antara cara Islam memurnikan ajarannya dengan memerintahkan umatnya salat menghadap Masjidil Aqsha ketika masih di Makkah dan beberapa waktu di Madinah. Setelah hijrah di Madinah, kurang lebih selama 15/16/17 bulan, nabi kemudian diperintahkan Allah untuk berkiblat ke kakbah di Makkah, bertepatan saat salat zuhur.

Jamaah Jumah rahimakumullah

Di antara alasan mempertahankan kiblat ke Baitul Maqdis beberapa waktu itu adalah untuk mencari simpati masyarakat Yahudi, namun hal ini ternyata tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kehadiran Nabi yang berbangsa Arab justru dianggap menggeser status kelompok Yahudi yang mulai mapan di tengah masyarakat Arab Yastrib. Banyak di antara mereka yang mencoba menjatuhkan Nabi dengan menggunakan tradisi-tradisi lama. Mereka mengatakan bahwa para rasul selalu mengunjungi Baitul Maqdis, bahkan menjadikannya tempat tinggal. Jika benar Muhammad adalah seorang rasul, pasti sebentar lagi akan pindah ke sana dan Madinah hanyalah sebagai tempat singgah. Mereka juga menganggap bahwa dengan menghadap Baitul Maqdis ketika beribadah, Nabi tidak keluar dari tradisi nabi-nabi Israil. Dengan demikian Nabi seolah dianggap sebagai bagian dari tradisi keturunan Israil. Tentu saja hal ini adalah anggapan yang salah. Hal ini dapat dipahami sebagai sindiran bahwa mereka tidak merestui keberadaan Nabi di kota tersebut, dan Nabi mulai terganggu dengan hal ini.

Situasi ini mendorong Nabi untuk mengharap agar turun wahyu perintah pemindahan kiblat ke kakbah, sebagaimana digambarkan Alquran surat Albaqarah: 144 di awal, bahwa Nabi berulang menghadap ke arah langit agar Allah menurunkan perintah.

“Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan menghadapkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Hadapkan wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, hadapkan wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Alkitab memang mengetahui bahwa menghadap (berpaling) ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Setelah hal ini, orang-orang Yahudi pun menyesalkannya. Mereka berupaya memperdaya Nabi agar kembali ke kiblat sebelumnya dan berjanji akan menjadi pengikutnya (Albaqarah: 142-143). Penetapan kiblat pada masa itu juga meruapakan penanda untuk mengetahui pengikut Nabi dan mana yang membelot. Akan tetapi, keputusan Allah tidak dapat diubah lagi, kiblat sejak itu ditetapkan menghadap ke kakbah di Masjidil Haram.

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Muncul pertanyaan, mengapa Nabi memilih kakbah, bukankan kakbah telah menjadi simbol jahiliyah, apa keistimewaannya?

Makkah dengan kakbahnya memiliki sejarah yang terkait dengan agama samawi lainnya. Nabi Ibrahim selaku bapak para Nabi, moyang dari dua bangsa Arab dan Israel, dan sangat dihormati tiga agama samawi pernah diperintah Allah ke Makkah. Makkah menjadi saksi kesalihan dan kepatuhannya kepada Allah. Nabi Ibrahim rela meninggalkan anak dan isterinya sendirian di lembah tandus tanpa bekal. Di waktu lain, Nabi Ibrahim juga melaksanakan pengorbanan untuk berniat menyembelih Ismail putra terkasihnya. Nabi Ibrahim dan Ismail pada masa berikutnya juga membangun baitullah, menjaga dan melestarikannya agar tetap suci sesuai kehendak Allah.

Makkah yang menjadi saksi tempat ibunda Ismail yang merupakan hamba sahaya pernah ditinggalkan atas perintah Allah. Di sana peninggalannya masih lestari dan prosesinya diabadikan dalam rangkaian haji. Di tempat ini manusia dingatkan bahwa ras dan status sosial tidak menghalangi seseorang mendapatkan derajat tinggi. Dari rahim seorang sahaya, lahir manusia-manusia mulia bahkan paling mulia, yaitu Muhammad saw.

Dengan demikian terdapat keterkaitan erat antara kakbah, tokoh panutan agama samawi, sejarah pengorbanan dan ketaatan kepada tuhan, serta penghormatan Allah kepada hambanya yang salih tanpa memandang ras dan status sosial. Hal ini juga merupakan penghormatan terhadap kemanusiaan itu sendiri. Akhirnya, dengan menghadap kakbah setiap salat, terselip pesan Allah akan hal ini. Wallahu, a’lam

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

Khotbah II
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحًمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.  
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ  وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

 

Kemenag-R.I. (2019). Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Shihab, M. Q. (2019). Wasathiyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama. Ciputat: Lentera Hati.

Tanya Jawab Moderasi Beragama. (2019). Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

  

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi