Titik Temu Nilai-nilai Kemanusian Barat dan Islam

Sunday, 10 November 2019

Oleh Fathurozi

Pasca terjadinya serangan teroris terhadap Menara Kembar World Trade Center (WTC) di New York dan Gedung Pentagon di Washington DC. Hubungan dunia Barat dan Islam semakin memburuk, meskipun dulunya kurang baik. Karena Negara barat selalu curiga hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Tak ayal, bermunculan slogan-slogan anti barat dan anti Amerika di Negara-negara muslim.

Citra Islam tercoreng karena dikalangan umat Islam sendiri masih terdapat perbedaan mengenai berdakwah dengan kekerasan. Tak ayal ramai-ramai memusuhi Islam. Kelihatannya masyarakat Internasional menjadikan Islam sebagai musuh bersama yang harus dilenyapkan.

Negara barat beranggapan Islam sebagai agama yang agresif, bermusuhan dan anti Amerika. Polemik barat dan Islam terjadi bukan perbedaan idiologi dan politik. Namun terjadi karena benturan peradadan seperti yang diungkaplkan Samuel Huntington. Padahal Pesan damai Alquran sudah diajarkan Rasulullah sejak 14 abad yang lalu. Alquran secara fitrah tidak mengajak pada kekerasan. Nabi Muhammad Saw selalu mengajak pada kedamaian dan berbuat baik kepada sesama.

Kelihatanya perdamaian barat dan Islam tak akan pernah menemukan kata sepakat. Karena masing-masing pihak selalu menemukan keraguan dan prasangka. Dalam catatan sejarah umat Islam mencapai kejayaannya di abab 7 - 11 M, salah satunya disebabkan oleh terbukanya dialog pemikiran-pemikiran barat (Yunani), (halaman 279).

Polemik ini diperparah lagi, oleh media barat yang mengkonruksi pemberitaan mengenai “Jihad”, yang diidentikan dengan perang. Padahal yang berpandangan jihad adalah perang, hanya sebagian kelompok umat Islam, selalu gencar menyebarkan dari mimbar ke mimbar. Pemahaman seperti ini mengakibatkan pemerintah Amerika Serikat memasang spionasi kamera di beberapa masjid dan Islamic center di AS. (halaman 208).

Buku berjudul Mendakwahkan Smiling Islam; Dialog Kemanusiaan Islam dan Barat. Buku ini membeberkan. Pertama, menegakan amar mar’ruf nahi munkar dan meladani etika sosial bersama dalam kehidupan berbangsa dan dunia internasional. Kedua, menemukan sisi kemanusiaan antara dunia barat dan dunia Islam.

Abdurrahman Mas’ud, selama tinggal AS, Ia berdakwah melalui lisan dan tulisan yang tersebar di media massa dan jurnal ilmiah. Bahkan, saat bulan Ramadan Masjid-masjid di AS khususnya dibeberapa Islamic center seperti di Southern Califonia, Los Angeles, memiliki tradisi menerima pemaluk agama lain dan mengelar dialog kemanusiaan yang menjadi bagian dari solusi ketidak adilan sistem global, (halaman 79).

Seiring berjalannya waktu, ada kesadaran baru dikalangan orientalis untuk menyajikan Islam sesuai warna aslinya. Diantara mereka yaitu Mitsuo Nakamura (Jepang), Markwood Ward (Arizona), Sate University, As dan John L. Esposito (Colllege of the Holy Cross AS). Bahkan ilmuwan-ilmuwan ini sangat simpati terhadap dunia Islam, baik Islam sebagai realitas sosial atau sebagai agama, (halaman, 217).

Menarik apa yang dikatakan, Prof. Dr. H. Nasarudin Umar, Imam Masjid Istiqlal Jakarta dan, Rektor Institut PTIQ Jakarta dalam sinopsisnya. Menurut dia, buku ini secara implisit mengritisi Orientalisme dan oksidentalisme, menawarkan dialog dalam hubungan setara antara Islam dan Barat. Bahkan bagi fundamentalis, buku ini mewartakan mutiara Islam dimanapun termasuk di AS. Mutiara Islam berupa nilai-nilai kemanusiaan dan kemuliaan ilmu pengetahuan yang merupakan nilai dasar agama Islam.

Islam Indonesia terkenal dengan sebutan “Smiling Islam” (Islam yang tersenyum). Namun saat ini wajah Islam mulai berubah dari Islam ramah ke Islam marah, karena munculnya Islam radikal yang beranggapan bahwa selain dirinya adalah sesat dan salah. Kemunculannya merusak hubungan antara umat Islam dengan non Islam di Indonesia dan dunia Internasional.

Smiling Islam tak cukup hanya menjadi bahan diskusi atau dialog di forum-forum ilmiah. Namun perlu diimplementasikan pada dunia pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Smiling Islam harus dimiliki oleh para penyuluh agama dalam menyelesaikan persoalan keagamaan yang terjadi di masyarakat. Jika Smiling Islam dipraktekan dalam bernegara akan tercipta hubungan antarumat beragama yang harmonis dan saling menghargai perbedaan.

Dirensensi oleh Fathurozi, Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang


Identitas Buku:
Judul : Mendakwahkan Smiling Islam; Dialog Kemanusiaan Islam dan Barat
Penulis : Prof. H. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D.
ISBN : 978-602-52458-7-9
Tebal : xxiv + 340  hlm
Cetakan         : 2019
Penerbit         : Pustaka Compass

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi