Memperlakukan Musuh dengan Cinta

Sunday, 27 October 2019

Oleh Fathurozi

Konflik antar umat Islam dan Kristen sudah terjadi sejak lama, tak ayal konflik berbau agama ini sering berulang kali melanda umat di belahan dunia. Semisal bulan ini damai, bulan depan bentrok. Kelihatannya permasalah ini tak ada ujungnya. Mari kita cermati perang salib V yang terjadi pada abad 12 di mesir antara Malik al-Kamil, sultan Mesir dan santo Fransiskus.

Pada 1216 M, Paus Paus Innosensius III berhasil mendorong sejumlah orang Eropa untuk kembali melancarkan serangan ke Yerusalem agar bisa merebutnya dari Ayyubiyah. Friedrich II  dilarang ikut perang salib, bagi Paus, perang salib ini untuk Paus, bukan untuk raja.

Pasukan salib pergi ke selatan, mengikuti rencana awal Perang IV. Pada 1218 M, pasukan salib bersekutu dengan sultan Seljuk Kay Kaus I, dan menyerang pelabuhan Damietta di Mesir. Mereka melakukan pengepungan yang lama, dan banyak orang di kedua pihak yang meninggal akibat penyakit. Pada 1219 M, Damietta akhirnya jatuh ke tangan Tentara Salib, penduduknya yang tadinya 80.000 jiwa tinggal 3.000 saja. Namun memunculkan konflik baru diantara pimpinan mereka (halaman 44).

Malik al-Kamil, Sultan Mesir, mengerahkan pasukan dari Mesir untuk mematahkan pengepungan dan mengirimkan pasokan ke dalam kota. Namun, tak berhasil menembus pasukan Tentara Salib terhadap Damietta. Akhirnya dia pun menawarkan sebuah perjanjian damai, dia bersedia menyerahkan kembali Yerusalem dan wilayah-wilayah lain yang pernah direbut oleh Salahudin kepada Tentara Salib, asalkan mereka menarik mundur pasukannya dari Damietta.

Namun tawaran damai dari Sultan al-Kamil sekali lagi ditolak. Kardinal Pelagius dan para pimpinan Tentara Salib yang ambisius ingin terus menyerang Mesir demi menaklukkan kota itu seluruhnya sehingga perang dilanjutkan. Tentara Salib yang terus bergerak maju ke wilayah Mesir, terjebak dalam rawa-rawa Sungai Nil. Mereka tidak paham medan Sungai Nil yang rumit, oleh karena itu pasukan Sultan al-Kamil berhasil mengepung mereka dan memutus jalur pasokannya dari garnisun di Damietta sehingga tentara salib kalah. Namun sang Sultan lebih memilih jalur damai (halaman 104).

Setelah tawaran perdamaian Sultan di tolak, perang berlanjut. Francis tak tega melihat semua ini, kemudian ia pergi menemui Sultan. Sultan menyambutnya dengan hangat penuh keakraban. Bahkan mengizinkannya berkhotbah di hadapan dirinya dan para penasihat keagamaannya sehingga terjadi dialog antar agama dan akhirnya pulang dengan selamat.

Pertemuan itu mendorong gagasan revolusioner di kalangan Kristen bahwa untuk mengubah keyakinan seseorang bukan dengan peperangan. Bagi Francis memperlakukan  musuh dengan cinta, menolak untuk merendahkan Islam atau pengikutnya. Jalan menuju perdamaian adalah bagi kita semua, bukan hanya pejabat pemerintah yang memimpin.

Setelah Francis dan sultan mati, cerita beredar di kalangan para Fransiskan bahwa pendiri mereka telah berjanji untuk mengirim biarawan untuk al-Kamil sekarat sehingga ia bisa dibaptis, kisah ini terus muncul hingga abad 14. 

Selama bertahun-tahun, cerita itu hanya samar-samar terdengar. Konflik Santo dengan Sultan berbau politik dan agama. Namun padakhirnya kedua berdamai dengan pendekatan diplomasi. Lebih dari petualangan dramatis, inilah kisah pergulatan orang kudus dan pendosa, kesetiaan dan pengkhianatan, serta cerita perang yang menggetarkan.

Diresensi Oleh Fathurozi, Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Identitas
SANTO DAN SULTAN: KISAH TERSEMBUNYI TENTANG JURU DAMAI PERANG SALIB
Penulis : Paul Moses
Penerbit           : Alvabet
Cetakan : I, Desember 2013
Tebal : 440 halaman
ISBN : 978-602-9193-40-4
Harga : 65.000,00


0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi