Mengasah Kecerdasan Spiritual untuk Mencapai kesuksesan

Friday 6 September 2013

Oleh Fathurozi
Orang kurang pintar bisa lebih sukses dari mereka yang memiliki IQ tinggi, asalkan diimbangi dengan spritualitas yang mengutamakan pelayanan, pengembangan, tanggung jawab sosial, lingkungan hidup, dan keadilan. 

Seorang wirausahawan harus selalu berusaha menjalin kerja sama dengan banyak orang. Mereka harus memperkaya ilmu dengan lebih banyak mengamati dan mendengarkan, serta peka terhadap peluang. Hanya harus cermat menangkap peluang karena sering berbenturan dengan nilai dan motivasi. Untuk mengatasinya, perlu menempatkan unsur spiritualitas sebagai faktor utama. Dia bisa menuntun kepada pencapaian kepercayaan dari orang lain. 

Para pengusaha tak boleh hanya mengandalkan kecerdasan (intelektualitas). Mereka harus memiliki multiple intelegences yang merepresentasikan intelektualitas, emosionalitas, dan spiritualitas. Kecerdasan spiritual (spiritual Quotient) ditandai antara lain dengan kemampuan mentransendensikan yang fisik dan material. Dia juga mampu menyadari dan menyakralkan pengalaman sehari-hari. 

Dengan begitu, dia memiliki kemampuan menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah. Tentu saja dari situ dia harus mampu berbuat baik, mengasihi, dan kebijaksanaan, (halaman 86). 
Buku Spiritual Enterpreneurship, Tranformasi Kewirausahaan memotret Sunan Kudus dengan kearifan lokalnya sebagai suatu rujukan dalam berperilaku dan menjadikan masyarakat tekun berwirusaha.
Setiap wirausahawan harus cerdas dan berakhlak sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Dia mengimbangkan kekuatan ekonomi dan moral.

Di sisi lain, pengusaha perlu mengembangkan unsur fisiologis, kognitif, psikologis, sosiologis, dan antropologis. Dengan dorongan potensi iman, unsur-unsur tersebut bersinergi membentuk integritas.
Unsur-unsur ini akan bekerja secara interaksi antara duniawi dan akhirat, yang harus menyata dalam berbisnis. Penggabungan spiritualitas dan bisnis dalam kehidupan pengusaha tak dapat disepelekan. Pengusaha dalam mengejar materi tak boleh melupakan Tuhan. Hidup harus seimbang secara ekonomi dan rohani, (halaman 225).

Artikulasi dimensi etik ini mencerminkan gerakan ke dalam agar seorang pengusaha menghadirkan transendensi di tengah hiruk-pikuk rutinitas kehidupan ekonomi serta gerakan ke luar untuk mengekspresikan kesadaran tersebut dalam kehidupan yang lebih praktis. 

Nilai moral bukan hafalan, tapi diterapkan dalam praksis kehidupan bermasyarakat secara konkret. Begitulah seharusnya kehidupan para pengusaha. Mereka jangan hanya mengembangkan perekonomian, tapi juga religiositas. Ini sebenarnya tidak hanya berlaku bagi pengusaha, tapi setiap orang. Dengan begitu, pengusaha akan jauh dari korupsi dan tindakan "nakal" lainnya.

Faktor utama yang menentukan kesuksesan pengusaha adalah transformasi spiritualitasnya, apa pun agamanya. Kecerdasan spirituallah yang mengantarkan seseorang pada kesuksesan berbisnis.

Fathurozi, Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Semarang 

Judul : Spiritual Enterpreneurship, Tranformasi Kewirausahaan
Penulis : Dr Abdul Jalil, M EI.
Penerbit: Lkis Yogyakarta
Cetakan : 2013 
Tebal : 308 halaman 
ISBN : 979-16776-4-6
ISBN 13 : 978-979-16776-4-6
Harga : Rp72.000

Dimuat koran Jakarta 05 September 2013

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi