Memoar Veteran Pembangkang Perang

Tuesday, 14 February 2012





Oleh           : Fathurozi
Judul buku : Aku Terpaksa Membunuh  
Penulis : M Sanusi
Penerbit       : FlashBook, Yokyakarta
Tebal : 194 halaman
Tahun : cetakan I, Desember 2010
Harga : Rp. 28.000,-

Tak ada seorang pun yang menginginkan perang terjadi. Perang selalu menyisakan tragedi kerusakan, pembunuhan, pembantaian rakyat tak berdosa dan karena itu, perang anti kemanusiaan, anti perdamaian dan anti keadilan. Perang terpaksa dipilih sebagai alternatif terburuk diantara yang paling buruk untuk mempertahankan kebebasan hak-hak sipil dalam rangka menentang kedzaliman penguasa. Bila perang dilakukan untuk menyerang (agresif), bukan mempertahankan diri (defensif), maka, perang patut untuk dilawan dengan perang. Walau oleh prajurit perang sekalipun.

Ada dua puluh satu orang mantan tentara penentang perang yang dikisahkan M. Sanusi dalam buku bertajuk Aku Terpaksa Membunuh, ini. Banyak alasan diutarakan para veteran yang mayoritas pernah “terpaksa” berperang di Irak ini, sebagai dalih pembenaran sikap; menentang peperangan. Faktor dominan yang membuat mereka mengutuk perang adalah adanya pesanan kepentingan politik dan korporasi dari para elite, yang jelas menihilkan nilai-nilai kemunusiaan.

Perang Irak, kata para veteran dalam buku ini, adalah perang yang menipu kepekaan hati para tentara demi penguasaan ladang-ladang minyak konglomerat. Perang Irak senyatanya tak bermotif menciptakan perdamaian dan pembebasan nurani.

Kisah Andre Stepherd misal, mantan tentara Amerika yang pernah berperang di Irak ini awalnya menyangka dia akan disambut dengan oleh penduduk Irak dengan senyuman, dengan bahagia dan ceria, atau dengan tangan terbuka. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Orang-orang menyambutnya dengan sinis dan ingin membunuhnya. Ia kemudian meragukan misi negaranya seperti kabar berita yang disampaikan secara manis oleh Presiden Bush di media massa. (hlm. 54)

Buku ini juga mengisakan seorang mantan veteran Belanda bernama Cornelis Princen, yang dibenci oleh negaranya karena memilih bergabung dengan tentara  Indonesia melawan negaranya sendiri setelah mengetahui bahwa perang Belanda vs Indonesia, hanya bermotif penjajahan. Di Belanda, Princen disebut sebagai penghianat, tapi di Indonesia, ia pahlawan.  

Para veteran lain dalam buku ini, yang menyaksikan kejanggalan penyelenggaraan perang, melakukan pelbagai hal untuk keluar dari tradisi kekerasan yang anti kemanusiaan itu. Ada yang memutuskan untuk menekuni dunia seni, mencari suaka politik ke luar negeri, menentang perang lewat internet, dan ada pula yang menulis perlawanan perang lewat buku. Mereka adalah para pembangkang praktik menyimpang dari kemanusiaan, perdamaian dan keadilan.

Bila Nazi Jerman berperang demi kekuasaan Hitler dan keunggulan ras, maka veteran penentangnya berperang demi perdamaian banyak bangsa. Bila tentara Amerika membombardir Irak demi kepentingan ekonomi negara, maka, di antara sedikit para tentara yang menentang itu, adalah pejuang perdamaian dan kebebasan seluruh tentara di dunia. Buku ini jadi menarik karena kisah penolakan tragedi perang diungkap dari mantan prajurit yang pernah berlaga di medan perang, bukan kalangan sipil. 

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi