Palu Arit di Tubuh Gerakan Islam

Sunday, 6 March 2016

Identitas Buku:
Judul :Gerakan Komunisme Islam Surakarta 1914-1942
Penulis : Dr. Syamsul Bakri
ISBN 13         : 978-602-0809-03-8
Tebal : 370 hlm
Cetakan         : I, 2015
Penerbit       : LkiS Yogyakarta


Oleh Fathurozi

Masyarakat kurang mengetahui bawah di Kota Surakarta pernah lahir gerakan komunisme Islam. Gerakan yang didirikan oleh Misbach ini muncul sebagai wadah perjuangan kaum tertindas dengan semangat Islam. Misbach salah s
atu tokoh Islam yang dekat dengan rakyat seperti buruh, petani, pedagang, sampai tokoh-tokoh pergerakan.Ia mengunakan doktrin Islam sebagai alat untuk melakukan propaganda anti kapitalisme dan kolonialisme.

Bahkan Misbah tidak segan-segan melemparkan kritik terhadap ormas Islam atau mubligh Islam yang dipandang bersikap koopertatif dengan penjajah Belanda. Embrio gerakan komunis Islam berkat jurnalisme revolusioner anti pemerintah.

Pada tahun 1923, Ia mulai mengobarkan jihad fi sabilillah  untuk melawan kapitalisme dan kolonialisme. Propaganda jihad mendapat dukungan dari aktivis gerakan revolusioner, seperti VSTP, SR, Moe’allimin, dan anak buah Tjipto Mangoenkoesoemo di Panggoegah (organ Insulinde).

Misbach kemudian dikenal sebagai propagandis SI Merah yang paling menonjol di Surakarta dan daerah disekitarnya. Pada bulan Oktober 1923, ia memimpin berdirinya SR Surakarta. Ia juga mulai mengubah cara berpakaian yaitu mengganti peci putih dengan ikat kepala Jawa. Jaket dan celana panjang berwarna putih, serta sepatu tetap menjadi pakaian kesehariannya.

Gerakan komunis Islam mendapat dukungan Achmad Dasoeki dengan mendirikan
gerakan Moe’allimin Surakarta, gerakan ini mengajarkan Alquran dan hadis yang diinterpretasikan dalam konteks yang dinamis dan revolusioner, yaitu menggunakan ilmu komunisme. Gerakan ini berbasis pada pandangan Islam revolusioner, dengan corak tafsir yang kontekstual.

Bersama para ulama di Madrasah Soennijah Mardi Boesnono Keprabon Surakarta, seperti Kijai Hadji Mashoed dan Kijai Hadji Mawardi, Dasoeki melakukan propaganda jihad anti kapitalisme dan kolonialisme. Ia juga berpendapat bahwa sosok Karl Marx dan gagasan-gagasannya sangat dibutuhkan oleh umat Islam yang sedang dalam ketertindasan.

Buku karya Dr. Syamsul Bakri membeberkan fakta yang mengejutkan. Pertama kaum Islam revolusioner Surakarta menjadi komunis karena menemukan adanya kesesuaian antara ajaran Islam dan doktrin komunisme. Kedua komunisme sebagai wadah perjuangan bagi kaum Islam revolusioner. Ketiga gerakan komunisme Islam memiliki implikasi dalam ranah sosial-politik di Surakarta.

Islam yang diperankan para komunis putihan bukan dimaksudkan sebatas menjadikan Islam sebagai azas legalitas, simbol, dan formalitas organisasi, tetapi lebih dimaknai sebagai pergerakan yang menjadikan Islam sebagai landasan berfikir, spirit, sumber moral, dan sumber nilai. Hadirnya komunisme Islam, dalam perspektif  kaum pergerakan, dipandang sebagai menguntungkan Islam karena kaum komunis putihan Surakarta mampu mengambil peran pembebasan, sebuah peran yang dibiarkan oleh para pemimpin perhimpunan Islam pada umumnya.

Kaum komunis putihan menempatkan diri sebagai penentang kaum formalisme Islam. Kelompok formalisme Islam adalah para ulama, pimpinan perhimpunan Islam, dan umat Islam pada umumnya yang tidak melakukan gerakan politik secara nyata untuk menentang penindasan. Sikap ini mengandung pengertian bahwa, kerajinan beribadah dalam memupuk kesalihan sosial tidak serta merta memunculkan politik dan pergerakan.

Munculnya gerakan komunisme Islam sebenarnya dimaksudkan sebagai protes terhadap para pemimpin muslim yang hanya menampilkan Islam sebagai ibadah formal saja. Mereka dinilai sebagai kelompok yang suka mempersoalkan perilaku asusila, tetapi diam terhadap perilaku sosial. Komunisme Islam menekankan upaya membawa agama ke ruang publik, sedangkan kaum muslim status quo sengaja menggiring agama ke ruang privat.

Sebuah eksplorasi atas sinergi gerakan Islam dan komunis di Surakarta. Idiologi perlawanan berkembang sebagai reaksi atas eksploitasi kapitalis, penindasan kolonial dan diamnya para pemimpin formal.

Staf  Balai  Penelitian  dan Pengembangan  Agama  Semarang

Dimuat Majalah Gatra, edisi 11-17 Februari 2016

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi