Pendidikan Agama Harus Melahirkan Manusia yang Toleran

Monday 25 March 2013

 Oleh: Fathurozi

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku bangsa, agama, dan bahasa. Namun, kekayaan tersebut justru sering memunculkan kekerasan yang bernuansa suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) karena materi pendidikan agama masih berkutat pada doktrin. Padahal, berdasarkan PP Nomor 55 Tahun 2007 Bab II Pasal 2, "Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhklak mulia dan mampu menjaga kedamaian serta kerukunan inter dan antar-agama.

" Namun, kurikulum pendidikan agama di beberapa tempat kurang menyentuh afeksi peserta didik karena yang diajarkan lebih menekankan materi tentang iman, ibadah, dan etika agama. Guru sebagai salah satu faktor utama tercapainya tujuan pendidikan agama, terkadang dalam mengajar terlalu fanatik terhadap kebenaran agama yang diajarkan sehingga kurang mengajarkan hubungan antar-umat. Ini membuat peserta didik menjadi tidak acuh terhadap agama lain. Buku karya Dr M Tahir Sapsuha secara khusus menyoroti pendidikan agama Islam dan Kristen di Maluku Utara yang mengunakan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004.

Namun, pelajaran agama yang diajarkan di sekolah belum menyentuh pada pengembangan kesalehan sosial dan horizontal (halaman 84). Pendidikan agama yang diberikan di sekolah lebih menekankan pada dogma-dogma agama masing-masing. Hal ini mengindikasikan pendidikan agama bercorak eksklusif yang diajarkan dengan cara menafi kan hak hidup agama lain seakan-akan hanya agamanya sendiri yang benar dan yang mempunyai hak hidup, sementara agama yang lain salah. Pendidikan agama perlu segera menampilkan ajaran yang toleran melalui kurikulum yang menitikberatkan pada pemahaman dan upaya untuk bisa hidup dalam konteks perbedaan agama dan budaya.

Maka diperlukan pendidikan multikultural berbasis konseling budaya sebagai aplikasi membangun karakter anak didik pascakonfl ik. Pendidikan multikultural memiliki pencapaian kemampuan akademik, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku kultural, dan kemampuan membangun kesadaran kritis tentang kebudayaan.

Pendidikan multikultural membantu siswa memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasipluralistik dalam berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragama agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan demi kebaikan bersama. Perlu adanya pendidikan agama alternatif untuk membentuk nilainilai baru yang terkait budaya serta hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dan alam. (halaman 225).

Corak pendidikan agama harus dapat meminimalisasi, syurkur-syukur menghilangkan potensi konfl ik sosial, karena perbedaan agama. Mudahmudahan pendidikan nasional dapat mencetak lulusan sebagai manusia berkebudayaan dan berperadaban. Agama tidak hanya menjadi alat pemenuhan kebutuhan rohani, tapi juga membangun kebersamaan dan solidaritas dalam menciptakan kesejahteraan.

Diresensi Fathurozi,
Staf Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, Semarang

Judul : Pendidikan Pascakonflik, Pendidikan Multikultural Berbasis Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara
Penulis : Tahir Sapsuha
Penerbit : LkiS,
Cetakan : I, 2013
Tebal : 284 halaman
ISBN : 979-16776-7-0
ISBN 13 : 978-979-16776-7-7
Harga : Rp60.000

Dimuat Koran Jakarta, 25 Maret 2013

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi