Tren Kekerasan terhadap Anak

Monday 14 May 2012

Oleh Fathurozi

Keluarga merupakan masyarakat kecil yang terdiri dari suami istri dan anak, mereka saling membantu antar anggota keluarga. Suami mencari nafkah dan istri yang mengelola keuangan dan mendidik anak-anak.
Pembagian tugas ini kuatkan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  pada pasal Pasal 21 ayat (3) disebutkan bahwa, suami adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga. Sebagai kepala keluarga, ia berkewajiban menanggung  nafkah keluarga (pasal 34).

Suami sebagai kepala keluarga, bertugas membimbing dan mengayomi anggota keluarga Namun ketika suami bekerja di luar kota, terpaksa peran seorang ayah di gantikan oleh istri. Tugas mulia ini, jadi tantangan sendiri bagi istri. Peran ganda yang di pegang sang istri terkadang mengalami tantangan, cobaan selalu mengiringi perjalanan hidupnya. Bagi perempuan yang tak tahan dengan semua itu, mereka memilih hidup sendiri (single parent).

Image Perceraian
Perceraian, bagi kalangan masyarakat, dianggap keluarga itu berantakan atau gagal dalam membina keluarga sakina mawadah waromah, namun menurut pandangan Goode, gagalan mengandung bias karena semata-mata berdasarkan pada cinta yang romantis. Padahal perkawinan terdiri dari dua orang yang memiliki keinginan, tujuan dan nilai sosial yang berbeda satu sama lainnya yang di ikat dalam benang suci, wajar saja bila terjadi konflik (Ihromi 2004)

Bagi umat islam lebih mengenal dengan istilah talak, di Negara arab sebelum islam masuk, talak sering disalah gunakan kaum adam, semisal, menjatuhkan talak yang merugikan perempuan, melakukan rujuk, ketika masa iddah istri hampir habis, hal ini di lakukan berulang-ulang. Setelah islam datang, aturan itu di benahi, talak yang bisa di rujuk hanya dua kali tapi dengan syarat yang begitu berat, (http://id.wikipedia.org/wiki/Talak).

Meskipun halal namun perceraian sangat di benci agama seperti sabda Rosul yang artinya: “Hal yang halal tetapi dibenci menurut Allah adalah perceraian.” Islam menaruh perhatian yang cukup signifikan,  tentang perceraian. HA. Fuad Said mengatakan perceraian jalan satu-satunya mencari kebahagiaan boleh saja dilakukan (JurnalJurnal Mimbar Hukum, al-Hikmah & DITBINBAPERA, 2001).

Dalam pengamatan penulis  di buku nikah terdapat lafaz shighat ta'liq  yang terdiri 5 poin yakni, pertama bila a. Suami menginggalkan istri 2 tahun berturut-turut, atau b. tidak memberi nafkah wajib 3 bulan lamanya, atau c. menyakiti badan/jasmanni istri, atau d. membiarkan/tidak mempedulikan istri 6 bulan lamanya.

Kedua istri tidak menerima perlakuan itu. Ketiga istri mengajukan gugatan cerai kepada pihak pengadilan, keempat pengadilan membenarkan dan menerima gugatan itu, kelima istri membayar Rp 1.000 sebagai iwadh (pengganti) kepada suami, jika kita memahami poin demi poin, sebenarnya perceraian cukup susah terjadi, semisal istri menerima semua perlakuan di atas, pengadilan tak memilik hak menceraikan mereka.

Tren Perebutan Anak
Peran ganda bukan merupakan hal yang mudah bagi perempuan, selain memenuhi kebutuhan hidup, di sisi lain harus memenuhi psikologi anak dan kebutuhan hidup anak. Namun Single perent terkadang terjebak  dalam polemik masyarakat semisal, janda gatel, ketika pulang pekerja larut malam, masyarakat berpikiran negatif.

Orang tua tunggal atau single perent yang membesarkan anaknya sendiri tanpa bantuan pasangannya, (Hammer danTurner, 1990), (Sager, 1985), Permutter dan Hall: 1992), perempuan berstatus janda, untuk memenuhi definisi tersebut kelihatanya kurang mampu mengantikan peran ayah. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) 2010, menyebutkan kepala keluarga di Indonesia, berjumlah 65 juta, dari data tersebut 14 persen atau 9 juta dikepalai perempuan.

Anak sebagai harta yang sangat berharga, biasanya hal itu yang jadi rebutan dalam hak asuh. Pengaduan masyarakat melalui  Hotline Service dalam bentuk pengaduan langsung, telephone, surat menyurat maupun elektronik, sepanjang tahun 2011 KomNas Anak  menerima 2.386 kasus, perebutan anak pasca perceraian mendominasi tahun tersebut.

Pernah seorang teman curhat pada penulis, orang tuanya cerai, pasca perceraian satu minggu ikut sang ayah, satu minggu lagi ikut ibu, tinggal bolak-balik terasa kurang nyaman apa lagi, terkadang ayah sering menjelek-jelekan ibu, tidak tahan semua itu, saya memilih tinggal bersama ibu, tapi ibu juga menjelek-jelekan ayah. Akhirnya teman saya memutuskan tinggal bersama si nenek.

Mendengar cerita ini, penulis miris, orang tua yang mempunyai kewajiban memberikan kebutuhan hidup, sebaliknya membikin bingung. Secara tidak langsung akan menganggu psikologi anak dalam pergaulan.

Dalam kompilasi hukum Islam, jika usia anak belum akil, hak asuh jatuh pada ibu, sesuai  hadits Rasulullah bahwa, seseorang datang kepada Rasulullah mengadukan bahwa suaminya telah menceraikannya dan ingin mengambil anaknya maka Rasul mengatakan engkau lebih berhak selama belum menikah (HR Abu Dawud, dan Ahmad)

Bila si anak akil berhak menentukan pilihannya, orang tua yang di pilih harus membiayai kehidupannya dan menjamin keselamatan jasmani dan rohani. Seorang ayah berkewajiban memberikan nafkah si anak hingga usia 21 tahun. Namun,  jika orang tua asuh tidak dapat melaksanakan kewajibanya, kerabat terdekat berhak meminta hak asuh dengan cara mengajukan ke pengadilan agama.

1 comment:

  1. blog yang bagus ni, numpang koment ya,,

    anak memang selalu saja menjadi korban apabila orang tua mengalami perceraian. banyak anak yang menjadi urakan,kehilangan moralitas akibat broken home tersebut. tapi sayang, selama ini hanya anak yang disalahkan. kita sering memandang sebelah mata terhadap anak jalanan, tanpa bertanya dalam hati mengapa mereka menjadi seperti itu. sangat salah jika kita menjauhi dan menganggap bahwa anak2 tersebut adalah sampah masyarakat. bukankah mereka juga berhak untuk bahagia seperti kita?.
    banyaknya anak yang kehilangan moralitas di negeri ini akibat masalah keluarga, menunjukkan bukti betapa banyak perceraian yang terjadi. contoh kongkret di kalangan artis yang notabene sebagai publik figur, kawin cerai merupakan hal yang biasa. bahkan menjadi trend. lalu timbul pertanyaan, perkawinan seperti apa yang diidamkan baik bagi diri, masyarakat, dan agama?. apakah cukup dengan cinta, harta, atau apa?
    jadi, perceraian memanglah hal yang sangat dibenci alah, untuk itu, berfikirlah sebelum bercerai. karena selain dibenci, biaya perceraian lebih mahal daripada biaya nikah.

    ReplyDelete

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi