Hutan Rimba Bukan Sekadar Mimpi

Saturday 28 April 2012

 Oleh Fathurozi

KETIKA Anda berkunjung ke Negara Austria, sempatkan waktu sejenak untuk mengunjungi kebun binatang Schorn Burn, Wina, Austria, tempat ini, memiliki koleksi bangunan replika hutan tropis asli Kalimatan, berbentuk rumah kaca, luas 1000 meter persegi. Replika yang mengambarkan kondisi hutan hijau, penuh kehidupan binatang langka yang hanya hidup di habitat aslinya.

Kebun binatang tersebut, bentuk keprihatinan terhadap kondisi hutan di Indonesia, yang dari tahun ke tahun dirusak orang-orang tak bertanggungjawab. Demi ambisi menuju kota modern, hutan-hutan beralih fungsi sebagai perumahan elit dan gedung usaha, sayang pembangunan ini, kurang memperhatikan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Sejak Regulasi Agraria (Agrarische Wet) pada 1870, pembangunan pusat bisnis berskala nasional dan internasional merajai kota. Makin pesatnya, mengancam kelangsungan hidup mahkluk di bumi. Secara tak sadar ikut andil merusak lingkungan, semisal, musim hujan dan kemarau tak tentu, suhu udara panas dan tanah daratan menurun, dikarenakan lahan hijau atau resapan hilang.

Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2002, mencatat kerusakan hutan Indonesia, diambang musnah, tiap menit terjadi penurunan luas hutan, hingga sekarang kerusakan terus berjalan. Jika kerusakan itu, tak segera ditangani, keindahan hutan hanya sekedar dongeng sebelum tidur.

Selain itu, penyebab yang lain, makin banyaknya angka kelahiran, penghuni kota melebihi standar kapasitas hunian ideal, misal, Pulau Jawa pertumbuhan penduduk naik signifikan, hutan di sulap jadi pulau manusia, karena luas hutan 100.000-150.000 ha berubah kota baru dan pertumbuhan kota baru Indonesia mencapai 5,36 persen pertahun.

Menurut Terry Mc Gee tahun 2020, penduduk perkotaan di Negara Asean diperkirakan lebih dari 56 persen dari penduduk nasionalnya. Padatnya penduduk kota, akan berdampak meningkatnya polusi udara dan kerusakan lingkungan.

Ketika musim penghujan tiba, air hujan kurang terkontrol, air mengalir deras ke dataran rendah, hingga pusat kota terendam, bagaikan lautan limbah. Banjir juga, mematikan kegiatan ekonomi masyarakat, Bencana ini, tiap tahun meningkat misal, pulau jawa tak luput dari bencana banjir. Ketika musibah melanda, masyarakat kebingungan apa yang harus dilakukan, mereka ramai-ramai menyalahkan pemerintah dan sebaliknya pemerintah menyalahkan masyarakat yang kurang memperhatikan lingkungannya.

Ironi
Hampir kota-kota besar mengalami problem yang sama, padahal pemerintah pusat memberikan wewenang penuh pada daerah dalam pengelolaan lingkungan, sesuai yang tercatum di Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Merujuk surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang, segala perilakunya saling berhubungan, bila salah satu penghubung putus berdampak matinya makhluk hidup.

Selama ini, Undang-undang yang diterapkan daerah kurang greget, kesan yang tampak di daerah membiarkan kerusakan. Perusahaan nakal yang mengekploitasi alam tanpa aturan, sanksi yang diberikan pada perusahaan itu, paling banter dihukum admistrasi semisal, melengkapi surat perizinan, pasalnya, usaha tersebut memberikan umpeti ke oknum pejabat terkait, sehingga dalam memutuskan perkara kurang tegas dan penuh pertimbangan.

Melihat kehancuran hutan, anak usia berlian dari taman kanak-kanak di kota Indonesia melakukan aksi solidaritas keprihatinan kondisi hutan, mereka merindukan hutan rimba yang sering ceritakan oleh orang tua dan para pengajar di sekolah. Tak rela, bila hutan hilang tak berkas.

Kesedihan bencana global juga dirasakan oleh anak-anak Kanada yang berusia 12-13 tahun, sebagai penduduk kepedulian, mereka mendirikan Enviromental Children's Organization ( ECO ). Organisasi yang mendikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak-anak tentang lingkungan. Pada tahun 1992 Konferensi Lingkungan hidup PBB, mengundang Severn Suzuki perwakilan dari ECO, saat itu, ia baru berusia 12 tahun. Berpidato mengenai lingkungan, di depan pemimpin Negara anggota PBB, suasana begitu hening, setelah ceramah selesai, para kepala negara berdiri bertepuk tangan. Berikut cuplikan pidato Severn Suzuki:

"Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.
Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama seperti saya sekarang?

Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!


Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaiman cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.
Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya yang sekarang hanya berupa padang pasir.


Jika anda tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
Tolong berhenti merusaknya!" (sumber, The Collage Foundation)


Masyarakat luas mengkonotasikan mimpi hanyalah sebagai bunga tidur yang tak akan pernah terwujud atau khayalan belaka, namun banyak orang sukses berkat mimpi. Jangan biarkan anak cucu kita, yang memiliki mimpi untuk melihat binatang langka di hutan yang orisinil bukan replika tak terpenuhi, bukankah dengan modal tekad yang kuat segala rintangan dan halangan dapat di lalui dengan mudah.

Mimpi itu perlu di aktualisasikan lewat mata pelajaran (MP) di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Aktualisasi bukan hanya meraih angka kelulusan, tapi menciptakan masyarakat sadar lingkungan dan merasa tanggungjawab terhadap kelestariannya.(*)

2 comments:

 
Support : Modifikasi Website | cucubumi